Pengertian Pendidikan Islam Dan Istilah-Istilah Pendidikan

Pengertian Pendidikan Islam Dan Istilah-Istilah Pendidikan
Secara umum pendidikan dalam Islam diungkapkan dalam beberapa istilah, yakni: ta’dib, ta’lim, dan tarbiyah. Pada bagian ini akan dibahas secara rinci dari masing-masing istilah tersebut, sebagaimana akan didiskripsikan di bawah ini. 

Pendidikan itu sendiri berasal dari kata didik kemudian kata ini mendapat imbuhan me- sehingga menjadi mendidik, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran.[1]

Pendidikan pada hakikatnya mempunyai jangkauan makna yang luas serta, dalam rangka mencapai kesempurnaannya, memerlukan waktu dan tenaga yang tidak kecil. Dalam khazanah keagamaan dikenal ungkapan Minal mahdi ilal lahdi (dari buaian hingga liang lahad atau pendidikan seumur hidup), sebagaimana dikenal pula pernyataan ilmu kepada peserta didik: “Berilah aku seluruh yang engkau miliki, maka akan kuberikan kepadamu sebagian yang aku punyai.”[2] 

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) terdapat penjelasan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Sedang mendidik diartikan dengan memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. 

Secara terminologis, pengertian pendidikan yang terdapat dalam Ensiklopedia Pendidikan mendefinisikan bahwa pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.[3] 

Dalam undang-undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[4] 

Sedangkan pengertian pendidikan menurut istilah Psikologi adalah proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Adanya kata pengajaran ini berarti ada suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang disebut dengan belajar.[5]

Kata Islam dalam pendidikan Islam menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam. Pembahasan pendidikan menurut Islam terutama didasarkan atas Al-Qur’an dan Al-Hadits, kadang-kadang diambil juga pendapat para pakar pendidikan Islam.[6] 

Menurut M. Athoullah Ahmad dalam tulisannya mengatakan, Islam adalah lembaga (dustur) Islam, barang siapa yang membenarkan Islam adalah dari Allah, beriman secara global dan terperinci, maka disebut Mu’min, dan iman dalam pengertian ini tak dapat dilihat kecuali hanya oleh Allah SWT, karena manusia tak pernah membedah hati seseorang dan tidak mengetahui apa di dalamnya.[7] 

Menurut Muhammad Thalib, Islam merupakan agama yang Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad saw., yang mengajarkan segala aspek tatanan kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia, termasuk di dalamnya aspek pendidikan.[8]

Pendapat lain mengatakan, kata Islam berasal dari bahasa Arab “aslama”. Bila ditinjau dari segi bahasa, Islam memiliki beberapa arti:
  1. Islam berarti taat/patuh dan berserah diri kepada Allah SWT.
  2. Islam berarti damai dan kasih sayang. Maksudnya, agama Islam mengajarkan perdamaian dan kasih-sayang bagi umat manusia tanpa memandang warna kulit, agama, dan status sosial.
  3. Islam berarti selamat, maksudnya Islam merupakan petunjuk untuk memperoleh keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak Itulah sebabnya salam bagi umat Islam adalah “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” (semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan-Nya padamu).[9]
Dalam Tafsir Al-Mishbah yang ditulis oleh M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Islam adalah ketundukan makhluk kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam ajaran yang dibawa oleh para rasul, yang didukung oleh mukjizat dan bukti-bukti yang meyakinkan.

Hanya saja, kata Islam untuk ajaran para nabi yang lalu merupakan sifat, sedang umat Nabi Muhammad saw. memiliki keistimewaan dari kesinambungan dari sifat itu bagi agama umat Muhammad, sekaligus menjadi tanda dan nama baginya.[10] 

Setelah tadi diungkapkan antara pengertian pendidikan dan Islam secara terpisah, maka jika dilihat dari sudut pandang bahasa, pendidikan Islam berasal dari khazanah bahasa Arab yang diterjemahkan, mengingat dalam bahasa itulah ajaran Islam diturunkan. Seperti yang tersirat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, dua sumber utama ajaran Islam, istilah yang dipergunakan dan dianggap relevan sehingga menggambarkan konsep dan aktifitas pendidikan Islam itu ada tiga, yaitu At-Tarbiyah, At-Ta’lim, dan At-Ta’dib, ketiga istilah ini direkomendasikan dalam Konferensi Internasional pertama tentang pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977 sebagai berikut:

”The meaning of education in Islam totality in the context of Islam inherent in the connotation of three each these term conveys conserning man his society and environment in relation to God Islam related to ten other, and together they represent the scope of education in Islam both formal and non formal.” 

“Yang dimaksud totalitas pendidikan dalam konteks Islam ialah yang tidak bisa dipisahkan dalam konotasi tiga istilah pendidikan mengenai manusia, lingkungan dan masyarakatnya dan dalam hubungannya dengan Tuhan, juga yang berhubungan dengan sepuluh lainnya, dan bersama-sama menciptakan lingkup pendidikan Islam baik formal dan non formal”.[11]

Dari hasil rekomendasi dalam konferensi pertama di atas, ada beberapa istilah tentang pendidikan, yaitu: At-Ta’dib, At-Ta’lim,dan At-Tarbiyah.

A. At-Ta’dib
Pendidikan diistilahkan dengan kata At-Ta’dib, kata ini sebetulnya tidak dijumpai dalam Al-Qur’an, tetapi dalam Al-Hadits dinyatakan, yaitu: 

أَدَّبــَنِـيْ رَبــِّيْ فَــأَحْسَنَ تــَـأْدِ يـْبـــِيْ ( رواه السمعـــانى ) 

“Tuhanku telah mendidikku, maka Ia baguskan pendidikanku” (HR. As-Sam’ani).[12]

Menurut Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, istilah ta’dib inilah yang berarti pendidikan. Menurutnya ta’dib mempunyai arti yang sama dan ditemukan rekanan konseptualnya di dalam istilah ta’lim, walaupun diakui bahwa cakupan istilah ta’dib menurut Al-Attas lebih luas dari yang dicakup istilah ta’lim. Dalam artinya yang asli dan mendasar addaba (fi’il madhi) adalah the inviting to a banquet (undangan kepada suatu perjamuan). Gagasan tentang suatu perjamuan masyarakat bahwa tuan rumah adalah orang yang mulia, sementara hadirin adalah yang diperkirakan pantas mendapat penghormatan untuk diundang, oleh karena mereka adalah orang-orang yang bermutu dan berpendidikan dan bisa menyesuaikan diri, baik tingkah laku maupun keadaannya, sehingga konsep ta’dib jika diaplikasikan secara sederhana menurut persepsi Bloom, “bukan sekedar mencakup aspek afeksi (afektif), melainkan mencakup pula aspek kognitif dan psikomotorik, kendatipun aspek yang pertama lebih dominan”.[13] 

Beliau mendasarkan analisisnya atas konsep semantik dan hadits Rasulullah SAW. riwayat Ibn Mas’ud ketika Al-Qur’an digambarkan sebagai undangan Allah untuk menghadiri suatu perjamuan di atas bumi, dan kita sangat dianjurkan untuk mengambil bagian dengan cara memiliki pengetahuan yang benar tentang-Nya disabda Rasulullah SAW. sebagai berikut:

إِنَّّ هَـذَا الْقُـرْأَنَ مَـأْدَبـَةُ اللهِ فِى الأَرْضِ فَـتـــَعَـلَـّمُوْا مِنْ مَـأْدَ بَــتـِهِ ( رواه ابن مسعود) 

“Sesungguhnya Al-Quran adalah hidangan Allah di atas bumi, maka barang siapa yang mempelajarinya, berarti dia belajar dari hidangannya” (HR. Ibn Mas’ud).[14] 

Oleh karena itu istilah ta’dib adalah istilah yang paling relevan dibandingkan dengan istilah ta’lim dan tarbiyah.
Sedangkan konsekuensi akibat tidak dikembangkannya istilah ta’dib dalam konsep dan aktifitas pendidikan Islam berpengaruh pada tiga hal penting, pertama, kebiasaan dan kesalahan dalam ilmu pengetahuan, yang pada gilirannya akan menciptakan kondisi yang kedua, yakni gilirannya adab dalam umat, kondisi yang timbul akibat yang pertama dan kedua adalah konsekuensi yang ketiga, berupa bangkitnya pimpinan yang tidak memenuhi syarat kepemimpinan yang absah di kalangan umat, karena tidak memenuhi standar moral, intelektual dan spiritual yang tinggi, yang dibutuhkan bagi suatu kepemimpinan pengendalian yang berkelanjutan atas urusan-urusan umat oleh pemimpin-pemimpin seperti mereka yang menguasai seluruh bidang kehidupan.[15]

B. At-Ta’lim
Menurut Fattah Jalal, Istilah ta’lim lebih luas dibanding tarbiyah yang sebenarnya berlaku hanya untuk pendidikan anak kecil. Yang dimaksudkan sebagai proses persiapan dan pengusahaan pada fase pertama pertumbuhan manusia (yang oleh Lanqeveld disebut pendidikan pendahuluan), atau menurut istilah yang populer disebut fase bayi dan kanak-kanak. 

Pandangan beliau didasarkan pada dua ayat sebagaimana firman Allah:

ﻮﻗﻞ ﺭﺐ ﺍ ﺮﺣﻣﻬﻣﺎ ﻛﻣﺎ ﺭﺑﻳﻧﻰ ﺼﻐﻳﺭﺍ

“…Dan ucapkanlah: Ya Rabbi, kasihanilah mereka berdua sebagaimana (kasihnya) mereka berdua mendidik aku waktu kecil” (QS. Al-Isra’: 24).[16]

Fir’aun menjawab: “Bukankah kami telah mendidikmu di dalam keluarga kami waktu kamu masih kanak-kanak, dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu” (QS. Asy-Syu’ara: 18).[17] 

Kalimat ta’lim menurut Abdul Fattah Jalal merupakan proses yang terus menerus diusahakan manusia sejak lahir, sehingga satu segi telah mencakup aspek kognisi dan pada segi lain tidak mengabaikan aspek affeksi dan psikomotorik. Beliau juga mendasarkan pandangan tersebut pada argumentasi, bahwa Rasulullah SAW. Diutus sebagai mu’allim, sebagai pendidik, hal ini ditegaskan oleh Allah SWT. Dalam firman-Nya, QS. Al-Baqarah: 151 yang artinya sebagai berikut:

”Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian, mensucikan kalian dan mengajarkan kalian al-Kitab dan al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kalian apa yang belum diketahui” (QS. Al-Baqarah: 151).[18]

Ayat di atas didukung pula oleh ayat yang lain yang terdapat pada QS. Al-Jumu’ah: 2, yaitu:
”Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rosul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Akitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Al-Jumu’ah: 2).[19]

Kata menyucikan pada ayat di atas dapat diidentikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan berkaitan dengan alam metafísika serta físika.[20] 

Menurut Fattah Jalal, Islam dicerminkan oleh ayat 151 surat Al-Baqarah tersebut memandang proses ta’lim sebagai lebih dari universal dari tarbiyah. Sebab, ketika mengajarkan tilawah Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW. Tidak sekedar terbatas pada mengajar mereka membaca, melainkan membaca disertai perenungan tentang pengertian, pemahaman, tanggung jawab dan penanaman amanah. Dari membaca semacam itu Rasulullah SAW. membawa mereka kepada tazkiyah, yakni penyucian dan pembersihan diri manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri itu berada dalam suasana yang memungkinkannya dapat menerima hikmah, mempelajari segala yang tidak diketahui dan yang bermanfaat. Al-Hikmah tidak bisa dipelajari secara parsial dan sederhana, tetapi harus mencakup keseluruhan ilmu secara integral. Kata Al-Hikmah berasal dari Al-Ihkam, yang menurut Fattah Jalal berarti “keunggulan di dalam ilmu, amal, perbuatan dan atau di dalam semuanya itu”.[21] 

Kata hikmah juga mempunyai arti mampu menangkap gejala dan hakikat di balik sebuah peristiwa. Mereka tidak hanya melihat apa yang tampak, tetapi dengan mata bathinnya (bashirah), mereka mampu mengenal apa yang berada di balik yang tampak tersebut. “Inilah yang dimaksudkan dengan hikmah yang tidak lain diartikan sebagai kearifan (the man of wisdom)”.[22] 

C. At-Tarbiyah
Jika diamati lebih intens, tampak istilah tarbiyah yang telah sekian abad dipergunakan memperoleh porsi sorotan lebih tajam dibandingkan sorotan pada istilah ta’lim dan ta’dib. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena istilah tarbiyah itulah yang dikembangkan mayoritas para ahli disepanjang sejarah.[23]

Tetapi yang lebih menarik untuk disimak ádalah bagaimana argumentasi pokok yang mengklaim istilah tarbiyah sebagai yang lebih relevan dalam menggambarkan konsep dan aktifitas pendidikan Islam.

Athiyyah Al-Abrasyi dan Mahmud Yunus menyatakan bahwa istilah tarbiyah dan ta’lim dari segi makna istilah maupun aplikasinya memiliki perbedaan mendasar, mengingat dari segi makna, istilah tarbiyah berarti “mendidik, sedangkan ta’lim berarti mengajar, dua istilah yang secara substansial tidak bisa disamakan”.[24]

Perbedaan mendidik dan mengajar menurut kedua ahli di atas sangat mendasar sekali. Mendidik berarti mempersiapkan peserta didik dengan segala macam cara, supaya dapat mempergunakan tenaga dan bakatnya dengan baik, sehingga mencapai kehidupan yang sempurna di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, tarbiyah mencakup pendidikan jasmani, pendidikan ‘aql, perasaan, keindahan dan kemasyarakatan. Sementara ta’lim merupakan salah satu dari pendidikan yang bermacam-macam itu.

Dalam ta’lim, guru mentransfer ilmu, pandangan atau pikiran kepada peserta didik menurut metode yang disukai, sedangkan dalam tarbiyah peserta didik turut terlihat membahas, menyelidiki, mengupas, serta memikirkan soal-soal yang sulit dan mencari solusi untuk mengatasi kesulitan itu dengan tenaga dan pikirannya sendiri. Oleh sebab itu, ta’lim sebenarnya merupakan tarbiyah ‘aql, bagian dari tarbiyah dengan tujuan supaya peserta didik mendapat ilmu pengetahuan atau kepandaian. Sedangkan tarbiyah mengarahkan peserta didik supaya hidup berilmu, beramal, bekerja, bertubuh sehat, ber’aql cerdas, berakhlak mulia dan pandai di tengah-tengah masyarakat.

Para ahli pendidikan nampaknya menemui kesulitan dalam memberikan rumusan definisi pendidikan, kesulitan itu antara lain disebabkan oleh banyaknya jenis kegiatan dan aspek kepribadian yang akan dibina. Bahkan konferensi internasional pertama tentang pendidikan Islam ternyata tidak berhasil menyusun suatu definisi pendidikan Islam yang disepakati semua pihak. Jadi sangat tidak mungkin membuat suatu definisi pendidikan Islam yang singkat tetapi mencakup daerah binaan yang luas. Karena, pendidikan merupakan usaha mengembangkan diri dalam segala aspeknya. 

Demikian juga kerancuan pemakaian dan pemahaman ketiga istilah itu, sebenarnya tidak perlu terjadi jika konsep yang dikandung oleh ketiga istilah tersebut kita aplikasikan dalam lingkup lembaga pendidikan jalur sekolah. Namun demikian, kita dituntut bersikap selektif tanpa melakukan deskreditasi pada istilah-istilah yang dianggap kurang relevan dikembangkan, apalagi jika ketiganya ditampilkan secara konfrontatif, karena pada ketiganya terdapat kelebihan disamping kekurangannya.

Kelebihan masing-masing istilah itulah yang perlu dirumuskan dan diantisipasi lebih mencerminkan konsep dan aktifitas pendidikan Islam, sehingga dalam terapannya menjadi:
a. Istilah tarbiyah kiranya bisa dipakai untuk dikembangkan, mengingat kandungan istilah tersebut lebih mencakup dan lebih luas dibanding dengan kedua istilah lain (ta’lim dan ta’dib).
b. Dalam proses belajar mengajar, konsep ta’lim bagaimanapun tidak bisa diabaikan, mengingat salah satu cara atau metode mencapai tujuan tarbiyah adalah dengan melalui proses ta’lim tersebut.
c. Ta’lim dan tarbiyah pada konsep ta’dib dalam perumusan arah dan tujuan aktifitas, tetapi dengan modifikasi, sehingga tujuannya tidak sekedar dirumuskan dengan kata singkat Al-Fadlilah, tetapi rumusan tujuan pendidikan Islam yang lebih memberikan porsi utama pengembangan pada pertumbuhan dan pembinaan keimanan, keIslaman dan keihsanan disamping tidak mengabaikan pertumbuhan dan pengembangan kemampuan intelektual peserta didik.[25]

Dengan demikian istilah pendidikan yang relevan dengan rekanan konsep bahasa Arabnya ádalah istilah At-tarbiyah, sehingga istilah pendidikan Islam akan menjadi At-tarbiyah Al-Islamiyah, bukan At-ta’lim al-Islamiy atau At-ta’dib Al-Islamy.[26]

Selain pendapat-pendapat tentang definisi pendidikan Islam di atas, berikut ini definisi pendidikan Islam dari beberapa ahli:
1. Menurut Burhan Somad, pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah. Secara rinci beliau mengemukakan pendidikan itu baru dapat disebut pendidikan Islam apabila memiliki dua ciri khas, yaitu:
a. Tujuannya untuk membentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi menurut hukum Al-Qur’an.
b Isi pendidikannya ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap di dalam Al-Qur’an dan pelaksanaannya dalam praktek kehidupan sehari-hari, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[27]

2. Menurut Abuddin Nata, pendidikan Islam (Tarbiyah al-Islamiyah) diartikan sebagai proses pemeliharaan, pengembangan dan pembinaan, juga merupakan upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan seluruh potensi diri manusia, sesuai fitrahnya dan perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiaannya.[28]

3. Menurut Abdur Rahman Nahlawi:

أَلتـــَّرْبــِيَّة ُاْلإ ِسْلا َمِيَّة ُهِيَ التـــَّنْظِــيْمُ الْمُنْفَسِيُّ وَاْلإِجْتِمَاعِيُّ الَّذِيْ يــُؤْدِيْ إِلىَ اعْتِنَاقِ اْلإ ِسْلا َمِ وَتــَطْبِيْقَةٍ كُلِّــيًّافِى حَيَاةِ الْفَرْدِوَالْجَمَاعَةِ

”Pendidikan Islam ialah pengaturan pribadi dan masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif”.[29]

Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan Islam ialah bimbingan dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim. Dan karena ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi di masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perseorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat. [30]


Sumber-Sumber Artikel Di Atas :

[1]. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. VI, h.10 
[2]. M. Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung: Mizan, 1994, Cet. XXIX, h. 272
[3] Baihaqi A.K. Mendidik Anak Dalam Kandungan, Jakata: Darul Ulum Press, 2003, Cet. Ke-3, h. 1
[4] UU RI No. 20, Th 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan UU RI No.14 Th. 2005 tentang guru dan dosen, Jakarta: Visimedia, 2007, Cet. I, h. 2.
[5]. http://dewilenys.wordpress.com/2008/04/15/pendidikan-anak-menurut-Islam
[6].Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. Ke IV, h. 24.
[7].M. Athoullah Ahmad, Pendidikan Agama Islam, Serang: Yayasan Rihlah Al-Qudsiyah, 1997, Cet, ke-1, h.4
[8]. Muhammad Thalib, 20 Kerangka Pokok Pendidikan Islami, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2001, Cet. I, h. 10. 
[9]. Syamsu Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, Jakarta: Penebar Salam, 2001, Cet. X, h. 2.
[10]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. 2, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. VI, hal.41 
[11] Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia 2002, h. 2 
[12]. Ibid. h. 3
[13]. Ibid., h. 4
[14]. Ibid., h. 3
[15]. Ibid. h. 4
[16] Hasbi Ash-Shiddieqy, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 284 
[17] Ibid, h. 367
[18] Ibid, h. 23
[19]. Ibid, h. 553
[20]. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992 Cet. Ke-I, h. 172
[21].Abdul Halim Soebahar,Op. Cit., h. 6.
[22].Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah ( Transcendental Intelligence), Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet. Ke II, 
[23]. Abdul Halim Soebahar, Loc. Cit. h. 6
[24]. Ibid, h. 7
[25]. Ibid, h. 8 
[26] Ibid, h. 12
[27]. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, h. 10
[28]. M. Irsjad Djuwaeli, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam, Jakarta: Yayasan Karsa Utama dan PB Mathla’ul Anwar, 1998, Cet. Ke 1, h. 3
[29]. Nur Uhbiyati, Op. Cit., h. 9
[30] . Ibid, h. 12

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger