Perencanaan Keuangan dan Pertumbuhan Perusahaan

Perencanaan Keuangan dan Pertumbuhan Perusahaan
Keberhasilan sebuah perusahaan dapat terlihat dari kemampuan para pengelola atau pihak manajemen perusahaan memanfaatkan peluang secara maksimal sehingga menghasilkan return (imbal hasil) sesuai yang diharapkan, itulah sebabnya tugas yang utama dari pengelola atau pihak manajemen perusahaan adalah merencanakan masa depan perusahaan agar semua peluang atau kemungkinan yang diprediksi dapat diambil dan direalisasikan.

Pada dasarnya sebuah perencanaan tentang masa depan merupakan perencanaan jangka panjang, itulah sebabnya dibutuhkan sebuah koordinasi yang padu tentang perencanaan jangka panjang dari berbagai fungsi dalam perusahaan. Dalam hal perencanaan keuangan jangka panjang perusahaan dibutuhkan unsur-unsur dasar dari kebijakan keuangan perusahaan, membaginya menjadi 4 (empat) unsur yakni :
  1. Perusahaan membutuhkan investasi pada asset-aset baru : Unsur ini akan timbul dari peluang-peluang investasi yang dipilih untuk dilaksanakan perusahaan dan merupakan hasil dari keputusan penganggaran modal perusahaan.
  2. Tingkat Leverage keuangan yang dipilih untuk dipergunakan : Hal ini akan menentukan jumlah pinjaman yang akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai investasinya pada asset riil. Hal ini adalah kebijakan struktur modal perusahaan. 
  3. Jumlah kas yang dirasakan perusahaan perlu dan layak untuk dibayarkan kepada pemegang saham: hal ini ada kebijakan dividen perusahaan. 
  4. Jumlah likuiditas dan modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dalam operasi sehari-hari: Ini adalah keputusan modal kerja bersih perusahaan. 
Jadi keputusan tentang perencanaan keuangan perusahaan tentang masa depan perusahaan tersebut akan mencakup ke-empat area ini yang pada gilirannya akan mencakup peluang pertumbuhan perusahaan yang berimbas pada pemenuhan kebutuhan pendanaan baik melalui internal maupun eksternal yang akan menentukan profitabilitas perusahaan tersebut.

Adapun proses perencanaan keuangan adalah merupakan kegiatan perencanaan keuangan yang memperkirakan posisi dan kondisi keuangan di masa depan, sehingga dalam menyusun rencana keuangan tersebut dipergunakan serangkaian skenario yang merupakan asumsi terhadap kemungkinan terjadinya kondisi di masa depan. Adapun serangkaian skenario masa depan tersebut biasanya dibagi dalam 3 (tiga) kondisi:
  1. Kondisi Terburuk ( Worst Condition) : Kondisi ini merupakan kondisi yang diperkirakan terjadi ketika situasi perusahaan dan perekonomian sedang berada dalam situasi yang sulit sehingga angka-angka yang dipakai dalam perencanaan adalah angka-angka yang pesimistis.
  2. Kondisi Normal (Normal Condition): Kondisi ini merupakan kondisi dimana dianggap situasi perusahaan dan perekonomian yang biasa terjadi dan berjalan seperti sebelumnya.
  3. Kondisi Terbaik ( Best Condition): Kondisi ini merupakan kondisi ketika situasi perusahaan atau perekonomian sedang berada dalam situasi terbaiknya sehingga angka –angka yang dipakai dalam perencanaan adalah angka –angka yang optimistik.

Model Perencanaan Keuangan
Ketika sebuah perencanaan keuangan dibuat maka rencana tersebut juga akan memasukkan laporan keuangan yakni neraca, laporan laba-rugi sebagai bagian dari perencanaan yang dibuat, adapun laporan keuangan ini disebut juga laporan keuangan pro forma ( “dalam bentuk”) . Jadi dalam hal ini laporan keuangan pro forma ini akan memasukkan serangkaian kemungkinan atau skenario yang terjadi di masa depan, sehingga laporan keuangan pro forma merupakan output dari model perencanaan keuangan.

Andaikan seseorang memberikan data proyeksi penjualan yang sudah diperkirakan maka model perencanaan keuangan akan menyediakan laporan keuangan berupa neraca dan laba rugi yang dihasilkan berdasarkan data proyeksi penjualan tersebut. Disini, data proyeksi penjualan yang sudah diperkirakan tersebut menjadi “penggerak (driver)” yang artinya data proyeksi penjualan ini akan diberikan terlebih dahulu, lalu data proyeksi laporan keuanganitu akan dihitung berdasarkan atas data tersebut. 

Bisa saja, angka proyeksi penjualan akan diberikan dalam bentuk tingkat pertumbuhan dalam penjualan, hal ini tidaklah menjadi persoalan karena perhitungan proyeksi penjualan akan diketahui setelah diketahui tingkat pertumbuhannya. Sesudah dilakukan serangkaian skenario, maka yang teRp.enting disini bukanlah proyeksi penjualan harus tepat tetapi bagaimana hubungan atau keterkaitan antara investasi dan kebutuhan pendanaan pada berbagai kemungkinan tingkat penjualan dapat diketahui untuk dipelajari agar dapat dilakukan keputusan-keputusan strategis dan berdampak jangka panjang.

Dalam hal investasi, disini akan diperkirakan proyeksi belanja modal, dan akan terlihat juga disini proyeksi neraca melalui perubahan dalam total asset tetap dan modal kerja bersih, sedangkan dalam hal keuangan (financing) akan bagaimana mencari dana yang dibutuhkan terhadap dana investasi yang dibutuhkan, akan ada persoalan tentang kebijakan deviden dan kebijakan utang agar perusahaan mendapatkan dana yang “siap” untuk dipakai belanja modal. 

Setelah data proyeksi penjualan dan perkiraan belanja modal yang dibutuhkan diketahui maka akan terjadi ketidak-seimbangan dalam neraca, hal ini dikarenakan proyeksi total asset pasti lebih besar dari proyeksi sisi total pasiva. Karena itu dibutuhkan pendanaan baru untuk menutupi seluruh proyeksi belanja modal, variable penyeimbang inilah yang disebut “Plug” yang harus dipilih, Penyeimbang ini adalah sumber dari pendanaan eksternal khusus yang dibutuhkan untuk mengatasi kekuranagn (kelebihan) dalam pendanaan sehingga dana dapat menjadi seimbang lagi seperti sebelumnya.

Tentu saja, yang terakhir dan juga sangat penting adalah dalam perencanaan tersebut haruslah secara jelas menyatakan kondisi perekonomian suatu negara atau wilayah kekuasaan politik dimana perusahaan tersebut berada, hal ini dikenal sebagai kondisi makro-ekonomi suatu negara. Kondisi makro- ekonomian tersebut antara lain tentang inflasi, tingkat suku bunga dan tarif pajak perusahaan.

Model Sederhana dari Perencanaan Keuangan
Adapun sebuah contoh dari model perencanaan keuangan sederhana sebagai berikut :
PT. Campur
Laporan Keuangan
Laporan Rugi Laba
Neraca
Penjualan

Rp.1000
Aset
Rp. 500
Hutang
Rp.250
Biaya

800


Modal Sendiri
Rp.250
Laba bersih
        Rp.200
Total
Rp.500
Total
Rp.500

Perencanaan keuangan PT.Campur berasumsi bahwa semua variabel terikat pada penjualan dan hubungan yang sekarang adalah optimal. Artinya semua item akan berkembang dengan persentase yang sama dengan penjualan. Misalkan penjualan meningkat 20 persen dari Rp.1000 menjadi Rp.1200. Perencana juga akan meramalkan bahwa terdapat peningkatan biaya sebesar 20 persen, dari Rp. 800 menjadi Rp.800X1,2=Rp.960. Laporan Pro forma akan menjadi:
Pro Forma
Laporan Laba Rugi
Penjualan
Rp. 1200
Biaya
        960
Laba bersih
Rp.  240
Asumsi bahwa seluruh variabel akan meningkat sebesar 20 persen, membuat kita juga dapat membuat neraca pro forma.
Pro Forma Neraca
Aset
Rp.600(+100)

Hutang
Rp. 300(+50)



Modal Sendiri
300(+50)
Total
Rp.600(+100)

Total
Rp.600 (+100)

Sekarang kita harus merekonsiliasi kedua pro forma. Contohnya dapatkah Laba bersih sama dengan Rp.240 dan Modal Sendiri meningkat hanya Rp.50? Jawabannya adalah bahwa PT.Campur harus membayar perbedaan sebesar Rp.240-Rp.50=Rp.190,kemungkinan sebagai dividen. Dalam kasus ini dividen adalah plug variable.

Misalkan PT.Campur tidak membayar Rp.190 tersebut. Dalam kasus ini, tambahan ke Laba ditahan adalah sejumlah Rp.240. Pos Modal Sendiri PT.Campur akan bertambah menjadi Rp.490(Rp.250 sebagai starting income+Rp.240 sebagai net income), dan hutang harus dilunasi untuk menjaga jumlah asset tetap Rp.600.

Dengan Rp.600 di total Aset and Rp.490 di Modal Sendiri, maka Hutang harus Rp.600-Rp.490=Rp.190. Karena saldo awal Hutang adalah Rp.250, maka PT.Campur harus melunasi hutang sebesar Rp.250-Rp.110=Rp.140. Maka neraca pro forma akan menjadi:
Pro Forma Neraca
Aset
$600(+100)

Hutang
$ 110(-140)



Modal Sendiri
490(+240)
Total
$600(+100)

Total
$600 (+100)
Dalam kasus ini, Hutang adalah plug variable yang digunakan untuk menyeimbangkan proyeksi total aset dan Kewajiban. Contoh ini menunjukkan interaksi diantara pertumbuhan penjualan dan kebijakan keuangan. Ketika penjualan meningkat, total aset juga meningkat. Hal ini terjadi karena perusahaan harus berinvestasi pada modal kerja bersih (net working capital) dan Aset tetap (fixed asset) untuk mendukung tingkat penjualan yang lebih tinggi. Karena Aset berkembang, total Modal Sendiri dan Kewajiban (Hutang) juga akan berkembang.

Hal yang harus kita perhatikan dari contoh di atas adalah cara Kewajiban (Hutang) dan Modal Sendiri berubah berubah bergantung pada pada kebijakan pendanaan dan kebijakan dividen perusahaan. Pertumbuhan asset ditentukan bagaimana perusahaan mendanai pertumbuhan tersebut.

Pendekatan Persentase Penjualan (The Percentage of PenjualanApproach)
Pada bagian sebelumnya, kita mendisikripsikan sebuah model perencanaan yang simple dimana persentase semua pos meningkat secara bersamaan dengan persentase penjualan.Ini mungkin asumsi yang logis bagi beberapa pos atau akun dalam laporan keuangan. Tetapi untuk pinjaman jangka panjang mungkin tidak akan sesuai. Jumlah dari pinjaman jangka panjang itu ditentukan oleh pihak manajemen, dan tidak ada kaitannya dengan tingkat penjualan.

Pada bagian ini, akan dijelaskan tambahan atau perluasan dari model sederhana yang sebelumnya. Prinsip dasarnya adalah untuk memisahkan Laporan Rugi-Laba dan Neraca menjadi 2 grup, dimana yang satu langsung terkait penjualan dan yang satunya tidak langsung terkait. Jika suatu ramalan penjualan ditetapkan,maka akan dapat mengitung berapa banyak dana yang dibutuhkan perusahaan untuk menopang prediksi tingkat penjualan.

Laporan Laba Rugi (The Income Statement)
Dimulai membahas dengan menggunakan laporan Laba -Rugi milik PT.HaLe, seperti yang ditunjukan dalam tabel 4.1. Disini masih menyederhanakan hal – hal berikut seperti : biaya, penyusutan, dan bunga dalam satu bentuk pos atau akun : biaya.

PT.HaLe telah memproyeksikan 25% peningkatan dalam Penjualan untuk tahun yang akan datang, jadi mengantisipasi penjualan sejumlah Rp.1000 x 1.25 = Rp.1250. Untuk menghasilkan pro forma laporan Rugi Laba, kita asumsikan bahwa total biaya akan terus berjalan pada level (Rp.800/1000 )= 80% dari penjualan. Dengan asumsi ini, pro forma laoran Rugi Laba PT.HaLe ditampilkan pada tabel 4.2. Konsekwensi dari mengasumsikan bahwa biaya itu memiliki persentase yang konstan dengan Penjualan adalah profit margin itu akan konstan. Untuk memeriksanya,profit marginnya Rp.132/1000 = 13.2%. Di pro forma milik PT.HaLe, profit marginnya Rp.165/1250 = 13.2%, jadi itu tidak berubah.

Selanjutnya, kita butuh memproyeksikan pembayaran dividen. Jumlahnya tergantung pihak manajemen PT.HaLe. Kita akan mengasumsikan PT.HaLe memiliki kebijakan untuk membayar dividen secara tunai.

TABLE 
PT.HaLe
Laporan Laba Rugi
Penjualan
 Rp.          1,000
Biaya-biaya
 Rp.              800
Laba kena pajak
 Rp.              200
Pajak (34%)
 Rp.                68
Laba bersih
 Rp.              132
     Dividend
 Rp.                                44

     Tambahan Laba ditahan

 Rp.                                88


TABLE 
PT.HaLe
Laporan Laba Rugi Pro Forma
Penjualan(proyeksi)
 Rp.          1,250
Costs (80% dari penjualan)
 Rp.          1,000
Laba kena pajak
 Rp.              250
Pajak (34%)
 Rp.                85
Laba bersih


 Rp.              165


Untuk sebagian besar dari tahun sekarang, dividend payout ratio adalah :
            Dividend payout ratio = Cash Dividens/Net Income
                                                = Rp.44/132 = 33 1/3%
Kita juga dapat menghitung ratio dari  tambahan laba ditahan terhadap laba bersih :
            Tambahan Laba ditahan/Laba ditahan = Rp.88/132 = 66 2/3%
Ratio ini biasa disebut dengan retention ratio atau plowback ratio, dan itu sama dengan 1 dikurangi dengan dividend payout ratio, karena sisa yang tidak dibayarkan menjadi  laba yang ditahan. Dengan asumsi bahwa payout ratio konstan, berikut ini adalah proyeksi dividen dan tambahan pada Laba yang ditahan:
               Proyeksi dividen untuk pemegang saham= Rp.165X1/3= Rp.  55
                            Proyeksi tambahan  Laba yang ditahan  =Rp.165X2/3   =Rp.110

                                      Rp.165


Neraca ( The Neraca)
Untuk menghasilkan pro forma Neraca, dimulai dengan statements yang paling baru. Dalam neracadi asumsikan bahwa beberapa pos atau akunnya dapat mempengaruhi penjualan dan juga ada yang tidak. Untuk pos atau akun yang memliki hubungan dengan penjualan, dinyatakan persentase penjualan pada tahun yang baru saja telah selesai.Ketika sebuah pos tersebut tidak mempengaruhi penjualan secara langsung, dituliskan “n/a” (not applicable).

Untuk contoh, pada bagian aset, maka persediaan sama dengan 60% dari Penjualan(Rp.600/1000) untuk akhir tahun. Kita asumsikan persentase diaplikasikan untuk tahun yang akan datang, jadi setiap peningkatan Rp.1,- dalam penjualan, persaediaan akan naik sebesar Rp..60. Ratio dari total assets kepada penjualan untuk akhir tahun adalah Rp.3000/1000 = 3, atau 300%.

Ratio dari total assets kepada penjualan itu disebut sebagai capital intensity ratio.Itu memberitahukan bahwa jumlah asset yang dibutuhkan untuk menghasilkan Rp.1 pada penjualan. Jadi semakin tinggi ratio nya, semakin tinggi capital intensity dalam suatu perusahaan.

Selanjutnya disusunlah neraca pro forma untuk PT.HaLe. Lakukan dengan menggunakan persentase-persentase yang dihitung guna menghitung jumlah yang diproyeksikan. Perlu diperhatikan, untuk pos-pos yang tidak bergerak langsung mengikuti penjualan, sumsi awalnya tidak ada perubahan dan hanya menulis saldo aslinya. Dari neraca diatas bahwa aset diproyeksikan naik sebesar Rp.750. Tetapi tanpa pendanaan tambahan, kewajiban dan ekuitas (modal sendiri) hanya mengalami kenaikan Rp.185 sehingga terjadi kekurangan sebesar Rp.750-185= Rp 565. Ini disebut kebutuhan pendanaan eksternal (EFN= External Financing Needed)


SKENARIO KHUSUS (A PARTICULAR SCENARIO)
Model prencanaan finansial ini mengingatkan pada humor tentang berita bagus danberita buruk. Berita bagusnya, Perusahaan ternyata mampu memproyeksikan kenaikan penjualan 25%. Berita buruknya adalah hal itu tidak mungkin terjadi kecuali PT.HaLe entah dengan cara bagaimana harus mencari pembiayaan sebesar Rp.565.

Selain itu, hal ini merupakan contoh yang bagus bagaimana proses perencanaan dapat menyelesaikan masalah dan potensi konflik. Mengapa ? kalau kita lihat pada PT.HaLe, misalkan perusahaan ini punya tujuan tidak mau meminjam sedikitpun untuk dana tambahan dan tidak mau menjual ekuitas baru, maka kenaikan 25% mungkin tidak bisa dilakukan. Bila kita menambahkan Rp.565 sebagai pendanaan yang baru maka PT.HaLe mempunyai 3 sumber yang memungkinkan : Pinjaman jangka pendek, Pinjaman jangka panjang, dan Ekuitas baru. Jadi, ini tergantung dari keputusan manajemen.

Misalnya PT.HaLe memutuskan untuk meminjam dana yang butuhkan, dalam kasus ini perusahaan dapat memilih untuk meminjam sebagian pinjaman jangka panjang dan sebagian lagi pinjaman jangka pendek. Contohnya, aset lancar (current asset ) bertambah Rp.300 dimana current kewajiban (liabilities) hanya bertambah Rp.75. PT.HaLe juga dapat meminjam Rp.300-Rp.75=Rp.225 sebagai pinjaman jangka pendek. Dengan Rp.565 yang dibutuhkan maka sisa Rp.565-Rp.225= Rp.340 bisa didapatkan dengan pinjaman jangka panjang. Tabel 4.5 menunjukan pro forma neraca PT.HaLe.


SKENARIO ALTERNATIF (AN ALTERNATIVE SCENARIO )
Asumsi bahwa asset merupakan presentase tetap dari penjualan adalah benar, tapi mungkin saja tidak cocok dalam beberapa kondisi riil yang terjadi. Khususnya jika mengasumsikan PT.HaLe menggunakan 100 persen kapasitas karena setiap peningkatan pada penjualan mengarah pada peningkatan fixed assets. Bagi sebagian bisnis, mungkin akan terjadi sedikit kelonggaran atau kelebihan kapasitas, dan produksi mungkin bisa bertambah dengan menjalankan shift tambahan.

Jika kita mengasumsikan bahwa PT.HaLe beroperasi pada 70% dari keseluruhan kapasitas, maka kebutuhan dana eksternal akan sedikit berbeda. Ketika dikatatakan “ 70 persen dari kapasitas”, hal ini bermaksud bahwa level penjualan saat ini 70 persen dari keseluruhan kapasitas

Penjualan saat ini: Rp.1000 = 70 X Kapasitas penuh

Penjualan dengan kapasitas penuh: Rp.1000/70 = Rp.1429

Ini memberitahukan bahwa penjualan naik hampir 43 persen dari Rp.1000 menjadi Rp.1429 sebelum sedikitpun aset tetap dibutuhkan. 

Pada skenario sebelumnya, diasumsikan bahwa penambahan aset tetapRp.450 sangat dibutuhkan. Sedangkan di skenario yang sekarang, tidak ada aset tetap yang dibutuhkan karena penjualan hanya diproyeksikan hanya menjadi Rp.1250 yang mana kurang dari Rp.1429 sebagai level kapasitas penuh. Hasilnya, estimasi awal sebesar Rp.565 pada dana eksternal dinilai terlalu tinggi. Kita berasumsi bahwa Rp.450 pada aset tetap baru dibutuhkan. Padahal tidak ada penggunaan dari aset baru tetap dibutuhkan. Sehingga bila beroperasi pada 70 persen kapasitas, maka hanya memerlukan Rp.115 (Rp.565-Rp.450) pada dana eksternal.

Pendanaan dan Pertumbuhan Eksterna (External Financing and Growth) 
Kebutuhan pendanaan eksternal dan pertumbuhan berhubungan.Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualan atau assets, maka semakin besar pula pendanaan eksternal yang dibutuhkan. Bila pada bagian sebelumnya kita tinggal menentukan pendanaan eksternalnya saja, maka pada bagian ini kita akan mencari tahu hubungan antar kebijakan finansial dan kemampuan perusahaan untuk mendanai investasi baru dan pertumbuhannya. 

EFN dan Pertumbuhan (EFN and Growth)
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengadakan hubungan antara EFN dan Growth. Untuk melakukannya kita akan menunjukan income statement singkat dan neraca dari PT,HaLe pada table 4.6
PT,HaLe
Laporan Rugi Laba
Penjualan
 Rp.    500
Biaya
 Rp.    400
Laba kena pajak
 Rp.    100
Pajak (34%)
 Rp.      34
Laba bersih
 Rp.      66
Deviden
 Rp.      22
Tambahan Laba ditahan
 Rp.      44

PT.HaLe
Neraca
Asset
Kewajiban
Rp.
Percentage of Sales
Rp.
Percentage of Sales
Aset lancar
200
40%
Total Hutang
250
n/a
Aktiva Tetap bersih
300
60%
Modal Sendiri
250
n/a
Total Asset
500
100%
Total Kewajiban and Modal Sendiri
500
n/a


PT.HaLe memperkirakan level penjualan tahun depan sebesar Rp. 600, meningkat Rp. 100. Diketahui bahwa persentase kenaikan penjualan sebesar 20% maka pada tabel 4.7 mengilustrasikan dengan tingkat pertumbuhan 20%, PT.HaLe membutuhkan penambahan Rp.100 pada asset baru (dianggap kapasitas penuh). Proyeksi penambahan pada laba yang ditahan adalah Rp. 52.8, maka EFN nya adalah Rp.100 - 52.8 = Rp.47.2
PT.HaLe

Pro-Forma Income Statement

Penjualan(projected)
 Rp.         600.0

Biaya (80% of Sales)
 Rp.         480.0

Laba kena pajak
 Rp.         120.0

Pajak(34%)
 Rp.           40.8

Laba bersih
 Rp.           79.2

Devidend
 Rp.         26.4

Tambahan Laba yang ditahan
 Rp.         52.8





Neraca PT HaLe
Aset
Liabilities
Rp.
Persentase Penjualan
Rp.
Percentage Penjualan
Aset Lancar
240
40%
Total Hutang
250
n/a
Aktiva tetap bersih
360
60%
Modal Sendiri
302.8
n/a
Total Asset
600
100%
Total hutang and Modal Sendiri
552.8
n/a
EFN (Kebutuhan pendanaan dari luar)
47.2
n/a
Tabel di atas menunjukkan EFN dari tingkat pertumbuhan yang berbeda. Proyeksi tambahan ke Laba yang ditahan dan proyeksi ratio Hutang dan Modal Sendiri untuk setiap scenario juga terdapat di tabel. Dalam menentukan rasio Hutang dan Modal Sendiri, diasumsikan bahwa dana yang dibutuhkan adalah pinjaman, dan juga berasumsi bahwa dana surplus digunakan untuk melunasi hutang. Lalu untuk pertumbuhan nol, utang berkurang sebanyak Rp.44 dari Rp.250 menjadi Rp.206.. Pertambahan asset yang dibutuhkan sama dengan aset asli sebanyak Rp.500 dikalikan dengan tingkat pertumbuhan. Tambahan ke retained earning sama dengan Rp.44 ditambah dengan Rp.44 dikali tingkat pertumbuhan.

Untuk tingkat pertumbuhan yang relatif rendah, PT.HaLe akan menjalankan surplus dan rasio Hutang dan Modal Sendirinya akan menurun. Tetapi tingkat pertumbuhan meningkat sampai 10 persen, surplus menjadi berubah defisit. Lebih lanjut, ketika tingkat pertumbuhan melebihi 20 persen, rasio Hutang dan Modal Sendirinya akan melewati nilai 1,0.

Kebijakan keuangan dan pertumbuhan
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, sudah dinyatakan bahwa ada sebuah hubungan langsung antara pertumbuhan dan pembiayaan eksternal. Dalam bagian ini, dua tingkat pertumbuhan yang khususnya yang berguna dalam perencanaan jarak jauh.

Tingkat pertumbuhan internal, Tingkat Pertumbuhan pertama adalah pertumbuhan maksimum yang dapatdiraih dengan tidak ada pembiayaan eksternal apapun. disebut tingkat pertumbuhan internal karena ini adalah tingkat perusahaan dapat mempertahankan dengan mengandalkan pembiayaan internal. Dalam gambar 4.1, tingkat pertumbuhan internal ini diwakili oleh titik mana dua garis bertemu..Pada titik ini. peningkatan penambahan aset yang diperlukan dalam aset adalah persis sama dengan penambahan untuk dipertahankan penghasilan, dan kebutuhan pertumbuhan external ( external financing needed) adalah nol. Hal ini terjadi ketika pertumbuhan angka ini sedikit kurang dari 10 persen. dengan sedikit perhitungan matematis, maka dapat didefinisikan tingkat pertumbuhan ini t =

Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate) = (ROA x b)/1-ROA x b

di sini, ROA adalah laba atas aset (Return on Aset), dan b adalah ratio retensi, rasio yang melihat dana ditanamkan kembali ke perusahaan.

Untuk perusahaan PT.HaLelaba bersihnya sebesar Rp. 66 and total asetnya adalah Rp.500, Sehingga ROA adalah Rp.66/Rp.500= 13.2%. Dari Laba bersih sebesar Rp.66, Rp.44 adalah bagian laba yang ditanamkan kembali ke perusahaan, jadi plowback ratio adalah Rp.44/Rp.66= 2/3. Dengan hasil ini, dapat menghitung Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate):

Tingkat Pertumbuhan Internal (Internal Growth Rate): (ROA x b)/ 1- ROA x b

0.132x(2/3)/ 1- .132x (2/3) = 9.65 %

Dengan demikian, perusahaan PT.HaLe dapat memperluas atau ekspansi di tingkat maximun 9.65 % per tahun tanpa pengeluaran pembiayaan external.

Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate), Jika perusahaan PT.HaLe berharap untuk berkembang lebih cepat dari 9,65% pertahun, maka pembiayaan eksternal harus diatur atau diadakan. Pembahasan tentang Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate) adalah tingkat pertumbuhan maksimal oleh sebuah perusahaan dengan tidak ada pembiayaan dari ekuitas (Modal Sendiri) tapi tetap mempertahankan rasio utang-ekuitas tersebut sama.

Untuk Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate ) perushaan PT.HaLe adalah kira-kira 20 persen karena rasio utang-ekuitas dekat 1.0 pada tingkat pertumbuhan tersebut.

Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate): ( ROE x b)/ 1 – ROE x b

Perhitungan ini identik dengan tingkat pertumbuhan interna, kecuali rasio profitabilitas yang digunakan adalah ROE bukan ROA.l 

Untuk perusahaan PT.HaLe, Laba bersihnya adalah Rp.66 dan totl ekuitasnya Rp.250, dengan demikian ROEnya Rp.66/Rp.250 = 26.4 %, sedangkan Plowback rationnya adalah, b, tetap 2/3, jadi Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate) sebagai berikut :

Tingkat Pertumbuhan yang sustain (Sustainable Growth Rate ) : ROE x b/ 1-ROExb

0.264x (2/3)/ 0.264x (2/3) : 21,36%

Dengan demikian, perusahaan PT.HaLe dapat memperluas usahanya atau ekspansi pada tingkat maximal sebesar 21.36 persen pertahun tanpa pembiayaan ekuitas dari pihak eksternal.

Determinan dari Pertumbuhan (Determinants of Growth) 
Diketahui bahwa ROE ( Return on Equity) bisa disusun dari berbagai komponen menggunakan persamaan Du Pont Karena ROE sangat menonjol dalam menentukan tingkat pertumbuhan yang berkelanjutan, jelas bahwa factor penting yang menentukan ROE juga penting menentukan pertumbuhan

ROE = Profit margin X Total Asset turnover X Modal Sendiri Multiplier

Disini dapat melihat, apapun yang menambah ROE akan menambah tingkat pertumbuhan yang berkelanjutan dengan cara membuat pembilang semakin besar dan penyebut semakin kecil. Meningkatkan plowback ratio juga akan menimbulkan efek yang sama. Jikalau semuanya disatukan dapat diketahui bahwa kemampuan perusahaan menopang pertumbuhan berdasarkan 4 faktor berikut ini :

  1. Profit Margin : Penambahan profit margin akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan dana secara internal serta meningkatkan pertumbuhan yang sustain atau dipertahankan.
  2. Devidend Policy : Pengurangan persentase laba bersih yang dibayarkan untuk deviden akan meningkatkan retention ratio. Hal ini akan menghasilkan ekuitas secara internal dan meningkatkan pertumbuhan sustain atau dipertahankan.
  3. Financial Policy : Peningkatan pada Hutang-Modal Sendiri ratio akan meningkatkan leverage keuangan perusahaan. Karena ini membuka peluang tambahan hutang, maka tentu saja tingkat pertumbuhan yang sustain juga akan meningkat.
  4. Total Asset Turnover : Peningkatan pada total asset turnover perusahaan akan meningkatkan penjualan dihasilkan untuk setiap rupiah aset. Ini akan mengurangi kebutuhan perusahaan akan aset baru sehingga ada pertumbuhan penjualan dan bagaimanapun akan meningkatkan tingkat pertumbuhan yang sustain. Ingat, bahwa peningkatan total asset turnover sama saja mengurangi intensitas modal
 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger