Perpustakaan Umum Sebagai Media Pengembangan Sumber Daya Manusia Pembangunan

Perpustakaan Umum Sebagai Media Pengembangan Sumber Daya Manusia Pembangunan
Perkembangan perpustakaan umum saat ini tidak jauh berbeda dengan perpustakaan umum pada beberapa tahun yang lalu. Mulai dari fisik hingga infrastrukturnya. Jika pun perpustakaan umum berkembang, jumlahnya bisa dihitung dengan jari dan biasanya kurang memperoleh respon yang luas dari masyarakat. Hambatan pokok yang selalu dituding adalah permasalahan SDM baik kuantitas maupun kualitas. Terbatasnya tenaga profesional membuat manajemen perpustakaan kurang diperhatikan. Akibatnya kinerja perpustakaan yaitu pengolahan, pengadaan dan layanan perpustakaan tidak lancar. Banyak koleksi yang belum diolah, hilang atau rusak, sehingga layanan kepada masyarakat tidak maksimal. Kurang optimalnya pengelolaan dana yang rata-rata jumlahnya kurang juga menjadi penyebab buruknya layanan perpustakaan umum. Lokasi yang tidak strategis mempengaruhi opini publik. Selain itu, manajer lini atas sebagai pengambil keputusan kurang memberikan perhatian pada pentingnya perpustakaan. 

Faktor penghambat bukan hanya dari internal tetapi juga faktor eksternal. Dampak kekacauan ekonomi dan sistem pemerintahan yang dijalankan saat ini menciptakan kondisi yang sangat tidak kondusif untuk perkembangan institusi pendidikan otodidak seperti tujuan perpustakaan umum. Sementara itu, ketidakpedulian masyarakat terhadap perpustakaan, termasuk sebagian besar pejabat yang telah disebutkan di atas, sangat menentukan perkembangan perpustakaan umum. 

Perlu diketahui bahwa pada riset yang dilakukan oleh sebuah badan Internasional mengenai index sumber daya manusia di dunia, SDM di Indonesia menduduki posisi ketiga dari terendah dari hampir 200 negara di dunia. Pada tahun 1960, seorang sosiolog asing Prof. Everett M. Rogers, mengungkapkan penelitiannya mengenai 10 ciri sikap masyarakat Indonesia yang hingga kini masih dirasakan relevan yang dianggap menghambat kemajuan (Tampubolon, SMH, 2000). Pertama, masyarakat tradisional memiliki sikap yang kurang bisa saling percaya, kurang kreatif dan inovatif, sangat mudah pasrah, menyerah dan putus asa, tingkat aspirasi yang rendah, berfoya-foya begitu mendapat uang, kurang mampu mengantisipasi masalah dan tantangan yang akan dihadapi, bersikap sangat famililisme, umumnya sangat bergantung pada bantuan pemerintah, sulit memisahkan diri dari suasana tempat asal (mangan tidak makan pokoknya kumpul), terakhir, masyarakat tidak mampu berempati. 

Tiga kepentingan
Apapun jenis dan sifat organisasi, ilmu manajemen menekankan pentingnya faktor manusia. Dari uraian di atas, hambatan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada konflik antara pimpinan, staf dan masyarakat. Masyarakat mencakup pemakai perpustakaan, penerbit, toko buku, dan pemerintah. Ketiga kepentingan tersebut perlu dijaga keseimbangannya dalam menjalankan fungsi manajemen.

Apabila salah satu kepentingan dilalaikan, organisasi tersebut tidak akan berjalan baik, bahkan tujuan yang sudah ditetapkan terancam tidak tercapai. Kompleksitas permasalahan yang muncul dalam organisasi bisa diatasi dengan koordinasi yang baik di antara ketiganya. Banyak penyelesaian yang sebenarnya bisa dan memungkinkan untuk dilakukan, antara lain adalah dengan mengadakan survai kebutuhan masyarakat, survai manajemen staf perpustakaan itu sendiri, mengadakan pelatihan staf, meningkatkan anggaran, mengadakan promosi dan lain sebagainya. 

Berikut adalah pembahasan permasalahan di antara 3 kepentingan dan tuntutan terhadap mereka.
1. Ketidakpedulian Masyarakat terhadap Perpustakaan
Apresiasi masyarakat terhadap perpustakaan sampai saat ini masih menyedihkan. Salah satu fenomena dapat dilihat dari rendahnya frekuensi kunjungan ke perpustakaan umum. Dalam penelitian Kajian Perpustakaan Umum (2001) yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI yang bekerjasama dengan Universitas Indonesia ditemukan bahwa dari sample, yaitu pemakai potensial (penduduk) yang ada di Jakarta, Bogor dan Tangerang, kurang lebih 20 juta, hanya 0,62% yang telah memanfaatkan atau menjadi anggota perpustakaan, dan rata-rata hanya 4,95% dari jumlah anggota yang berkunjung rutin setiap bulan ke perpustakaan. 

Yang menarik dan ini agak menyimpang dari tema tentang perpustakaan umum, sepinya pengunjung bukan hanya dialami perpustakaan umum yang pemakainya cenderung heterogen, tetapi juga oleh Perpustakaan Batu Api di Jatinangor, Bandung. Meskipun lokasinya strategis, dikelilingi oleh beberapa kampus dengan ratusan mahasiswa yang pekerjaan utamanya adalah menimba ilmu dengan banyak membaca, tidak banyak pengunjung.

Fenomena lain adalah rendahnya minat baca masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah. Dari penelitian World Bank terhadap minat baca anak SD, Indonesia ada di posisi 72 dari 76 negara di dunia. Tidak memiliki hasrat membaca bisa diartikan tidak berkunjung ke perpustakaan. Kurikulum sekolah pun tidak memiliki program khusus yang mewajibkan anak didik untuk membaca.

2. Masalah SDM di Perpustakaan Umum
Dari berbagai penelitian yang dilakukan selama ini, masalah SDM sudah menjadi masalah klasik. Dari sejarah perkembangan perpustakaan, urusan SDM tidak pernah tuntas terselesaikan. 

Dalam Kajian Perpustakaan Umum (2001) dijabarkan beberapa kendala dalam SDM Perpustakaan Umum tingkat Kabupaten/Kota, di Jakarta, Bogor dan Tangerang. Yang pertama adalah pendidikan, sebab lebih dari setengah staf berpendidikan terakhir SLTA (60% dari 240 orang) dan dari jumlah itu, kurang dari setengahnya (40%) yang pernah mengikuti kursus perpustakaan. Jumlah staf yang berpendidikan sarjana pun sangat sedikit (24,4%), dan dari jumlah yang sedikit itu hanya beberapa orang yang berlatar belakang ilmu perpustakaan (21,5%). Selebihnya adalah SD dan SLTP.

Selain itu, meskipun belum ada penelitian, permasalahan SDM juga mencakup harga diri sebagai putakawan. Banyak pustakawan, baik yang berlatar belakang ilmu perpustakaan maupun yang bukan, yang menganggap bahwa profesinya tidak menarik, tidak memiliki citra yang baik. Sistem rekrutmen dalam perpustakaan umum di lingkungan pemerintah tidak menyeleksi kompetensi yang dimiliki individu. Sistem ini bisa diperbaiki meskipun sulit dan memakan waktu lama.

Tuntutan terhadap SDM Perpustakaan 
Perkembangan dunia informasi yang mengglobal mencakup teknologi berkaitan erat dengan sumber daya manusia di perpustakaan.

Pengetahuan dan keterampilan teknologi
Pesatnya teknologi informasi mengharuskan semua orang yang berkecimpung dalam dunia informasi wajib memiliki kompetensi teknologi informasi. Pusat-pusat data atau yang dikenal sebagai clearing house dibangun dengan program-program komputer yang terus berevolusi.

Orientasi ke pihak pemakai
Pemakai perpustakaan yang menjadi sasaran layanan perpustakaan wajib menjadi titik tolak dari semua kegiatan yang dilakukan dalam aktivitas perpustakaan. Dalam ilmu sosiologi, sebuah lembaga yang tidak dibutuhkan masyarakat otomatis akan ditinggalkan dan lembaga tersebut mati. Meskipun tujuan perpustakaan umum sangat penting bagi kehidupan masyarakat, lembaga ini tidak akan bisa hidup selama belum munculnya kesadaran tentang perlunya pendidikan. Oleh karena itu, perpustakaan umum harus proaktif terus menerus mengajak masyarakat untuk datang ke perpustakaan, membangkitkan motivasi mereka untuk meningkatkan pengetahuan demi kepentingan mereka sendiri. 

Spesialis subjek 
Staf perpustakaan yang memiliki latar belakang ilmu perpustakaan ditambah dengan disiplin ilmu lain memperoleh nilai lebih. Meledaknya informasi membuat manusia harus lebih jeli dalam menyaring informasi yang betul-betul diperlukan, cepat dan tepat dengan biaya dan tenaga yang sekecilnya. Kesulitan akan bertambah jika bahasa pencari informasi tidak menguasai bahasa internasional, seperti bahasa Inggris, Perancis, Cina dan sebagainya. Pustakawan semacam ini bisa menjadi subject specialist di perpustakaan khusus. Kelebihan ini akan banyak bermanfaat untuk para peneliti, penulis atau dalam bisnis.

Komunikasi
Dengan adanya jaringan, keterampilan komunikasi menjadi keterampilan yang wajib dikuasai oleh pustakawan. Tidak mudah mengajak pihak lain untuk bekerjasama, kemudian melakukan sesuatu untuk digunakan bersama. Dalam jaringan, diperlukan komitmen yang kuat untuk mencapai tujuan jaringan yang dibentuk. Memberi pelayanan kepada masyarakat dengan aneka ragam budaya yang heterogen lebih sulit dibanding dengan lingkungan yang homogen. 

Kesadaran budaya
Pustakawan perpustakaan umum dengan pemakai yang sangat plural perlu menyadari kebudayaan masyarakat Indonesia. Bahwa ada ratusan suku, bahasa dan adat kebiasaan yang perlu diperhatikan dalam masyarakat yang majemuk. Perbedaan agama, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, gaya hidup juga menjadi perhatian. 

Relevansi antara 3 Kepentingan
Kelemahan dasar manajemen SDM di perpustakaan umum terganggunya keseimbangan anatara ketiga kepentingan. Pertama, pemimpin atau pengambil keputusan tidak atau kurang memiliki kepedulian terhadap perpustakaan. Baik organisasi profit maupun nonprofit, kebanyakan lebih mementingkan tujuan lembaga dan keselamatan kedudukan daripada kepentingan staf dan masyarakat. Mereka membuat perencanaan, pengorganisasian, penggerakan hingga pengawasan yang sesuai dengan tujuan pimpinan/lembaga, misalnya meningkatkan pemasukan, produksi atau sesuai dengan dana yang ada. Aspek-aspek kepemimpinan itu sendiri juga perlu dilihat lebih jauh. Jenis dan sifat pemimpin, Lebih parah lagi kalau pimpinan tersebut tidak menganggap penting perpustakaan.

Mengenai kepentingan staf, kelompok ini menghadapi masalah lebih rumit karena posisinya berada di antara pimpinan/lembaga dengan masyarakat. Bisa saja terjadi, pimpinan/lembaga tidak memenuhi kepentingan mereka untuk memperoleh imbalan yang sesuai dengan hasil kerja, tetapi masyarakat menuntut mereka untuk memberi pelayanan yang lebih baik. Dengan adanya tuntutan kompetensi yang tinggi dalam dunia globalisasi ini, padahal diketahui bahwa pada kenyataannya tingkat pendidikan pustakawan masih setara dengan SLTA. 

Kelompok ketiga, yaitu masyarakat, khususnya masyarakat pengguna perpustakaan adalah kelompok yang paling menentukan, sekaligus paling menderita. Mereka dapat memilih apakah akan datang ke perpustakaan A atau B, atau sama sekali tidak ke perpustakaan manapun. Selain tergantung pada keinginan atau kebutuhan individu, pilihan juga tergantung pada baik buruknya layanan yang diberikan. Sebagai kelompok yang menderita, individu terpaksa menggunakan perpustakaan meskipun layanan buruk atau individu tersebut tidak terjangkau layanan perpustakaan umum. 

Penyelesaian internal, dalam hal ini, antara pimpinan/lembaga dengan staf kemungkinan bisa dilaksanakan, tetapi kemungkinan lebih jauh, penyelesaian itu bisa mengecewakan masyarakat. Atau penyelesaian antara staf dengan masyarakat tanpa melihat kepentingan organisasi juga tidak menguntungkan. Hal itu bisa-bisa membahayakan kepentingan staf itu sendiri. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa penyelesaian masalah SDM tidak bisa ditangani secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempatkan sebagai kesatuan yang saling terkait kuat. Kesatuan tersebut harus diikat dengan komunikasi yang baik.

Bantuan Public Relations
Sudah pasti untuk mengatasi masalah SDM banyak yang bisa dilakukan. Untuk mengatasi ketidakseimbangan di antara ketiga kepentingan tersebut dibutuhkan bantuan salah satu tool management, yaitu public relations atau hubungan komunitas. Pada dasarnya, PR dapat dipahami sebagai suatu kegiatan manajemen yang bertujuan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, good will, kepercayaan dan penghargaan pada dan dari publik. Hasil dari kegiatan ini diharapkan terciptanya hubungan yang harmonis antara organisasi dan publik. Definisi tersebut ditetapkan oleh asosiasi PR di Amerika yaitu Public Relations Society of America bahwa : 

Public relations is the deliberate, planned, and sustained effort to establish and maintain mutual understanding between an organisation and its publics. (Wilcox, 1995: 6)

Publik yang dimaksud di sini bukan hanya masyarakat atau publik eksternal, tetapi juga publik internal, yaitu staf di dalam organisasi itu sendiri. Sementara itu, pengertian relations adalah hubungan timbal balik antara organisasi dan masyarakat.

Umumnya, di dalam suatu hubungan ada empat sifat negatif , yaitu antipati, curiga, apatis dan kurang tahu. Tugas Public Relations Officer (selanjutnya PRO) adalah mengubah sifat negatif tersebut menjadi positif, ialah simpati, menerima, tertarik dan tahu betul. Untuk menciptakan hubungan yang harmonis, yang perlu dilakukan pertama kali adalah menciptakan citra yang positif. Sesuatu yang baik akan menimbulkan perasaan ‘kasih’ dan ‘percaya’. Hubungan yang sehat seperti ini dapat memperlancar fungsi manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam manajemen modern, kedudukan PR adalah sangat penting, sebab seluruh kontribusi PR terkait langsung dengan pemikiran dan kebijakan manajemen.

Tugas dan kegiatan PRO
Untuk menyelesaikan isu, PRO melakukan kegiatan secara sistematis yang dikenal sebagai RACE, yaitu research, action/planning, communication dan evaluating. Dalam tahap riset, misalnya untuk penyelesaian perselisihan pada 3 kepentingan di atas, PRO akan mencari fakta dan meneliti masalah yang sebenarnya dari ketiga pihak. Riset dapat dilakukan melalui penelitian kepustakaan, atau terjun langsung mencari fakta dan penelitian lapangan. Dalam tahap kedua, PRO membuat perencanaan dan mengorganisir suatu kegiatan atau tindakan, mulai dari siapa yang melakukan, kapan, di mana hingga biaya yang diperlukan. Kegiatan berikutnya adalah menyebarkan atau mensosialisasikan kegiatan melalui media cetak maupun elektronik. Tahap terakhir adalah melakukakan evaluasi, mulai dari sebelum dimulainya tindakan/kegiatan hingga selesai.

Agar tugas dan kegiatan PRO lebih efisien dan efektif, biasanya dilakukan dengan teknik komunikasi persuasif, yaitu penyampaian pesan dengan teknik membujuk untuk mengharapkan perubahan yang diinginkan. Metode ini dikenal dengan pendekatan AA Procedure atau AIDDA Procedure. AA merupakan akronim dari from attention to action, sementara AIDDA adalah attention (perhatian), interest (ketertarikan), desire (keinginan), decision (keputusan) dan action (tindakan).

Manfaat PRO
Keberhasilan PRO ditentukan oleh terciptanya sikap positif dari publik, yaitu public understanding (pengertian), public convidence (kepercayaan), public support (dukungan) dan public cooperation (kerjasama). Adanya pengertian dari ketiga pihak akan pentingnya keberadaan perpustakaan umum merupakan sikap dasar yang sangat dibutuhkan untuk institusi semacam perpustakaan umum. Sikap positif saling percaya di antar ketiga kepentingan diharapkan dapat memberi motivasi yang tinggi untuk bersama-sama memberikan kontribusi masing-masing. Sikap saling mendukung dari ketiga pihak sangat dibutuhkan. Manfaat terakhir yaitu kerjasama, merupakan modal untuk bersama-sama secara harmonis mencapai tujuan organisasi.
 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger