Manajemen Sebagai Ilmu Maupun Manajemen Sebagai Seni

Manajemen Sebagai Ilmu Maupun Manajemen Sebagai Seni
Perkembangan Teori Ilmu Manajemen
Banyak contoh yang dapat kita lihat sebagai bukti bahwa orang-orang dahulu telah menerapkan manajemen dalam kehidupannya. Alexander The Great telah menerapkan konsep staf organisasi dalam melakukan kampanye militernya. Menara Pissa di Italia, Candi Borobudur di Indonesia, hingga berbagai bukti sejarah lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Kesemua bukti tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya manajemen bukan merupakan ilmu baru, bahkan dalam konsep yang paling tradisional sekalipun, telah dikenal dan dijalankan oleh orang-orang terdahulu.

Terdapat tiga aliran pemikiran manajemen yang ada : aliran klasik (yang akan dibagi menjadi dua aliran, manaje­men ilmiah dan teori organisasi klasik), aliran hubungan manusiawi (sering disebut aliran neoklasik), dan aliran manajemen modern. Juga akan dibicarakan dua pendekatan manajemen yang berkembang akhir-akhir ini - pendekatan sistem dan pendekatan kontingen (con­tingency approach) - yang bermaksud untuk mengintegrasikan ber­macam-macam teori manajemen yang ada.


Kelompok Pertama: Manajemen Klasik
Sebelum sejarah yang disebut zaman manajemen ilmiah muncul, telah terjadi revolusi industri pada abad ke 19, yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan suatu pendekatan manajemen yang sistematik. Usaha-usaha pengembangan manajemen kemudian dilaku­kan oleh para teoritisi. Pembahasan perkembangan teori-teori darn prinsip-prinsip manajemen selanjutnya akan dilakukan dengan me­nguraikan para tokoh dan gagasan-gagasan mereka.

Perkembangan Awal Teori Manajemen
Ada dua tokoh manajemen, yang mengawali munculnya manaje­men ilmiah, yang akan dibahas disini, yaitu Robert Owen (1771-1858) dan Charles Babbage (1792-1871).

Robert Owen (1771 - 1858). Pada permulaan tahun 1800 an Robert Owen, seorang manajer beberapa pabrik pemintalan kapas di New Lanark Skotlandia, menekankan pentingnya unsur manusia dalam produksi. Dia membuat perbaikan-perbaikan dalam kondisi kerja, se­perti pengurangan hari kerja standar, pembatasan anak-anak dibawah umur yang bekerja, membangun perumahan yang lebih baik bagi kar­yawan dan mengoperasikan toko perusahaan yang menjual barang-ba­rang dengan murah. Dia mengemukakan bahwa melalui perbaikan kondisi karyawanlah yang akan menaikkan produksi dan keuntung­an (laba), dan investasi yang paling menguntungkan adalah pada kar­yawan atau "vital machmes". Disamping itu Owen mengembangkan sejumlah prosedur kerja yang juga memungkinkan peningkatan pro­duktivitas.

Charles Babbage (1792 - 1871). Charles Babbage, seorang profesor matematika dari Inggris, mencurahkan banyak waktunya untukk membuat operasi-operasi pabrik menjadi lebih efisien. Dia percaya bahwa aplikasi prinsip-prinsip ilmiah pada proses kerja akan menaik­kan produktifitas ian menurunkan biaya. Babbage adalah penganjur pertama prinsip pembagian kerja me­lalui spesialisasi. Setiap tenaga kerja harus diberi latihan ketrampilan yang sesuai dengan setiap operasi pabrik. Lini perakitan modern yang banyak dijumpai sekarang, dimana setiap karyawan bertanggung ja­wab atas pekerjaan tertentu yang berulang. Babbage menganjurkan kerjasama yang sa­ling menguntungkan antara kepentingan karyawan dan pemilik pa­brik, serta merencanakan skema pembagian keuntungan.

Manajemen Ilmiah
Aliran manajemen ilmiah (scientific management) ditandai kon­tribusi-kontribusi dari Frederick W. Taylor, Frank dan Lillian Gil­breth, Hemy L. Gantt, dan Harrington Emerson, yang akan diuraikan satu persatu.

Frederick W. Tayor (1856 - 1915). Manajemen ilmiah mula-mula dikembangkan oleh Frederick Winslow Taylor sekitar tahun 1900-an.Taylor disebut sebagai "bapak manajemen ilmiah". Dalam buku-buku literatur, manajemen ilmiah sering diarti­kan berbeda. Arti pertama, manajemen ilmiah merupakan penerapan metoda ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Sedangkan arti kedua, manajemen ilmiah adalah seperang­kat mekanisme-mekanisme atau teknik-teknik - "a bag of tricks" - untuk meningkatkan efisiensi kerja organisasi. Taylor menuangkan gagasan-gagasannya dalam tiga judul ma­kalah, yaitu Shop Management, The Principle of Scientific Manage­ment, dan Testimony Before the Special House Committee, yang di­rangkum dalam sebuah buku yang berjudul Scientific Management. Taylor telah memberikan prinsip-prinsip dasar (filsafat) penerapan pendekatan ilmiah pada manajemen, dan mengembangkan sejumlah teknik-tekniknya untuk mencapai efisiensi. Empat prinsip dasar ter­sebut adalah :
Pengembangan metoda-metoda ilmiah dalam manajemen, metoda yang paling baik untuk pelaksanaan se­tiap pekerjaan dapat ditentukan. 

Seleksi ilmiah untuk karyawan, agar setiap karyawan dapat di­berikan tanggung jawab atas sesuatu tugas sesuai dengan ke­mampuannya. 
Pendidikan dan pengembangan ilmiah para karyawan.
Kerjasama yang baik antara manajemen dan tenaga kerja.

Frank Bunker Gilbreth dan Lillian Gil­breth. Frank Gilbreth, seorang pelopor pengembangan studi gerak dan waktu, menciptakan berbagai teknik manajemen yang diilhami Taylor. Dia sangat tertarik terhadap masalah efisiensi, terutama un­tuk menemukan "cara terbaik pengerjaan suatu tugas". Sedangkan Lilian Gilbreth lebih tertarik pada aspek-aspek ma­nusia dalam kerja, seperti seleksi, penempatan dan latihan personalia. Dia mengemukakan gagasannya dalam bukunya yang bexjudul The Psychology of Management. Baginya, manajemen ilmiah mempu­nyai satu tujuan akhir : membantu para karyawan mencapai seluruh potensinya sebagai mahluk hidup.

Hemy L. Gantt (1861 - 1919). Seperti Taylor, Hemy L. Gantt me­ngemukakan gagasan-gagasan (1) kerjasama yang saling menguntung­kan antara tenaga kerja dan manajemen, (2) seleksi ilmiah tenaga kerja, (3) sistem insentif (bonus) untuk merangsang produktivitas, dan (4) penggunaan instruksi-instruksi kerja yang terperinci. Kontribusinya yang terbesar adalah penggunaan metoda grafik, yang dikenal sebagai "bagan Gantt" ( Gantt Chart ), untuk perenca­naan, koordinasi dan pengawasan produksi. Teknik-teknik scheduling modern dikembangkan atas dasar metoda scheduling produksi dari Grant.

Harrington Emerson (1853 - 1931). Pemborosan dan ketidak-efi­sienan adalah masalah-masalah yang dilihat Emerson sebagai penyakit sistem industri. Oleh sebab itu Emerson mengemukakan 12 (dua be­las) prinsip-prinsip efisiensi yang sangat terkenal, yang secara ring­kas adalah sebagai berikut :
1. Tujuan-tujuan dirumuskan dengan jelas.
2. Kegiatan yang dilakukan masuk akal
3. Adanya staf yang cakap.
4. Disiplin.
5. Balas jasa yang adil.
6. Laporan-laporan yang terpercaya, segera, akurat, sis­tem informasi dan akuntansi.
7. Pemberian perintah - perencanaan dan pengurutan kerja.
8. Adanya standar-standar, skedul-skedul, metoda dan waktu setiap kegiatan.
9. Kondisi yang distandardisasi. 
10. Operasi yang distandardisasi.
11. Instruksi-instruksi praktis tertulis yang standar. 
12. Balas jasa efisiensi - rencana insentif.

Kebaikan dan kekurangan Manajemen Ilmiah
Metoda-metoda manajemen ilmiah telah banyak diterapkan pa­da bermacam-macam kegiatan organisasi, terutama dalam usaha pe­ningkatan produktivitas. Teknik-teknik efisiensi manajemen ilmiah, seperti studi gerak dan waktu, telah menyebabkan kegiatan dapat di­laksanakan lebih efisien. Gagasan seleksi dan pengembangan ilmiah para karyawan menimbulkan kesadaran akan pentingnya kemampu­an dan latihan untuk meningkatkan efektivitas karyawan. Akhirnya, manajemen ilmiah yang telah mengemukakan pentingnya disain kerja, mendorong manajer untuk mencari "cara terbaik" pelaksanaan tugas. Jadi, manajemen ilmiah tidak hanya mengembangkan pende­katan rasional untuk pemecahan masalah-masalah organisasi tetapi juga meletakkan dasar profesionalisasi manajemen.

Setelah "revolusi mental" yang dicanangkan Taylor terjadi da­lam praktek, timbul masalah-masalah sebagai keterbatasan penerap­an manajemen ilmiah. Kenaikan produktivitas sering tidak diikuti ke­naikan pendapatan. Perilaku manusia yang bermacam-macam menja­di hambatan. Pendekatan "rasional" hanya memuaskan kebutuhan­kebutuhan ekonomis dan phisik, tidak memuaskan kebutuhan-kebu­tuhan sosial karyawan. Manajemen ilmiah juga mengabaikan keingin­an manusia untuk kepuasan kerja. Beberapa keterbatasan ini yang menimbulkan usaha-usaha para ahli manajemen berikutnya untuk melengkapi model manajemen ilmiah.

Teori Organisasi Klasik
Hemi Fayol (1841 - 1925). Hemi Fayol, seorang industrialis Peran­cis, mengemukakan teori dan teknik-teknik administrasi sebagai pe­doman bagi pengelolaan organisasi-organisasi yang kompleks dalam bukunya yang terkenal, Administration Industrielle et Generale(Ad­ministrasi Industri dan Umum). Dalam teori administrasinya Fayol memerinci manajemen menjadi lima unsur, yaitu perencanaan, peng­organisasian, pemberian perintah, pengkoordinasian dan pengawasan. Pembagian kegiatan manajemen (administrasi) atas fungsi-fungsi ini dikenal sebagai fungsionalisme Fayol.

Fayol membagi operasi-operasi perusahaan menjadi enam ke­giatan, yang semuanya saling tergantung satu dengan yang lain. Ke­giatan-kegiatan tersebut adalah (1) teknik - produksi dan manu­facturing produk, (2) komersial : pembelian bahan baku dan pen­jualan produk (3) keuangan (finansial) : perolehan dan penggunaan modal, (4) keamanan : perlindungan karyawan dan kekayaan, (5) akuntansi : pelaporan, dan pencatatan biaya; laba dan hutang, pem­buatan neraca, dan pengumpulan data statistik, dan (6) manajerial.

Disamping itu Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip­-prinsip manajemen yang secara ringkas adalah sebagai berikut :

Pembagian kerja : spesialisasi akan meningkatkan efisi­ensi pelaksanaan kerja. 

2. Wewenang : hak untuk memberi perintah dan dipatuhi.
Disiplin : respek dan ketaatan pada peranan:peranan dan tujuan:tujuan organisasi. 
Kesatuan perintah : setiap karyawan hanya menerima instruk­si tentang kegiatan tertentu dari hanya seorang atasan. 
Kesatuan pengarahan : operasi-operasi dalam organisasi yang mempunyai tujuan yang sama harus diarahkan oleh seorang ma­najer dengan penggunaan satu rencana. 
Meletakkan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan umum : kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepen­tingan organisasi. 
Balas jasa : kompensasi untuk pekerjaan yang dilaksanakan harus adil baik bagi karyawan maupun pemilik. 
Sentralisasi : adanya keseimbangan yang tepat antara sentrali­sasi dan desentralisasi. 
Rantai skalar (garis wewenang) : garis wewenang dan perintah yang jelas. 
Order : bahan:bahan (material) dan orang:orang harus ada pada tempat dan waktu yang tepat. Terutama orang-orang hendaknya ditempatkan pada posisi:posisi atau pekerjaan-pekerjaan yang paling cocok untuk mereka. 

11. Keadilan : harus ada kesamaan perlakuan dalam organisasi.
Stabilitas staf organisasi : tingkat perputaran tenaga kerja yang tinggi tidak baik bagi pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi. 
Inisiatif : bawahan harus diberi kebebasan untuk menjalankan dan menyelesaikan rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi. 
Esprit de Corps (semangat korps. : "kesatuan adalah kekuat­an", pelaksanaan operasi organisasi perlu memiliki kebanggaan, kesetiaan dan rasa memiliki dari para anggota yang tercermin pada semangat korps. 

James D. Mooney. Mooney, eksekutif General Motors, mengkatego­rikan prinsip-prinsip dasar manajemen tertentu. Dia mendefinisikan organisasi sebagai sekelompok, dua atau lebih, orang yang bergabung untuk tujuan tertentu. Menurut mooney, untuk merancang organisasi perlu diperhatikan empat kaidah dasar, yaitu (1) koordinasi : syarat­-syarat adanya koordinasi meliputi wewenang, saling melayani, dok­triri (perumusan tujuan) dan disiplin, (2) prinsip skalar : proses ska­lar mempunya.i prinsip, prospek dan pengaruh sendiri yang tercermin dari kepemimpinan, delegasi dan definisi fungsional, (3) prinsip fung­sional : adanya fungsionalisme bermacam-macam tugas yang berbe­da, dan (4) prinsip staf : kejelasan perbedaan antara staf dan lini.

Mary Parker Follett (1868 - 1933). Follett dan Barnard bertindak sebagai "jembatan" antara teori klasik dan hubungan manusiawi, ka­rena pemikiran mereka berdasarkan kerangka klasik, tetapi memper­kenalkan beberapa unsur-unsur baru tentang aspek-aspek hubungan manusiawi. Follett adalah ahli ilmu pengetahuan sosial pertama yang me­nerapkan psikologi pada perusahaan, industri dan pemerintah. Dia memberikan sumbangan besar dalam bidang manajemen melalui apli­kasi praktik ilmu-ilmu sosial dalam administrasi perusahaan. Dia me­nulis panjang lebar tentang kreatifitas, kerjasama antara manajer dan bawahan, koordinasi dan p'emecahan konflik. Follett percaya bahwa konflik dapat dibuat konstruktif dengan penggunaan proses integrasi dimana orang-orang yang terlibat mencari jalan pemecahan bersama perbedaan-perbedaan diantara mereka. Dia juga menguraikan suatu pola organisasi yang ideal di mana manajer mencapai koordinasi me­lalui komunikasi yang terkendali dengan para karyawan.

Chaster L.Barnard (1886 - 1961), Chester Barnard, presiden perusa­haan Bell Telephone di New Jersey, menulis bermacam-macam su­byek manajemen dalam bukunya The Functions of the Executive yang ditulis pada tahun 1938. Dia memandang organisasi sebagai sistem kegiatan yang diarahkan pada tujuan. Fungsi-fungsi utama ma­najemen, menurut pandangan Barnard, adalah perumusan tujuan dan pengadaan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk menca­pai tujuan.

Barnard menekankan pentingnya peralatan k,omunikasi, untuk pencapaian tujuan kelompok. Dia juga mengemukakan teori peneri­maan pada wewenang. Menurut teorinya, bawahan akan menerima perintah hanya bila mereka memahami dan mampu serta berke­inginan untuk menuruti atasan (lihat bab 10). Barnard adalah pelo­por dalam penggunaan "pendekatan sistem" untuk pengelolaan orga­nisasi.

Aliran Hubungan Manusiawi
Aliran hubungan manusiawi (perilaku manusia atau neoklasik) muncul karena ketidak puasan bahwa yang dikemukakan pendekatan klasik tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan kehar­monisan kerja. Para manajer masih menghadapi kesulitan-kesulitan dan frustasi karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola perilaku yang rasional. Sehingga pembahasan "sisi perilaku manusia" da­lam organisasi menjadi penting. Beberapa ahli mencoba melengkapi teori organisasi klasik dengan pandangan sosiologi dan psikologi.

Hugo Munsterberg (1863 - 1916). Sebagai pencetus psikologi in­dustri, Hugo Munsterberg sering disebut "bapak psikologi indus­tri". Dalam bukunya Psikology and Industrial Efficiency, dia banyak menguraikan penerapan peralatan-peralatan psikologi untuk membantu pencapaian tujuan produktifitas. Dia mengemukakan bahwa untuk mencapai peningkatan produktifitas dapat dilakukan dengan melalui tiga cara, (1) penemuan best possible person, (2) penciptaan best possible work, dan (3) penggunaan best posible effect untuk memotivasi karyawan. Munsterberg menyarankan penggunaan teknik-teknik yang di­ambil dari psikologi eksperimen. Sebagai contoh, berbagai metoda tentang psikologi dapat digunakan untuk memilih karakteristik ter­tentu yang cocok dengan kebutuhan suatu jabatan. Riset belajar da­pat mengarahkan pengembangan metoda latihan. Dan studi perilaku manusia dapat membantu perumusan teknik-teknik psikologi untuk memotivasi karyawan. Sebagai tambahan, Munsterberg mengingatkan adanya pengaruh faktor-faktor sosial dan budaya terhadap organisasi.

Elton Mayo (1880 - 1949) dan Percobaan percobaan Hawthorne. "Hubungan manusiawi" sering digunakan sebagai istilah umum untuk menggambarkan cara di mana manajer berinteraksi dengan bawahan­nya. Bila "manajemen personalia" mendorong lebih banyak dan lebih baik dalam kerja, hubungan manusiawi dalam organisasi adalah "baik". Bila moral dan efisiensi memburuk hubungan manusiawi da­lam organisasi adalah "buruk". Untuk menciptakan hubungan manu­siawi yang baik, manajer harus mengerti mengapa karyawan bertin­dak seperti yang mereka lakukan dan faktor-faktor sosial dan psiko­logi apa yang memotivasi mereka. Elton Mayo, dan asisten risemya Fritz J. Roethlisberger serta William J. Dickson, mengadakan suatu studi tentang perilaku manu­sia dalam bermacam situasi kerja yang sangat terkenal di pabrik Howthorne milik perusahaan Western Electric dari tahun 1927 sampai 1932. Mereka telah membagi karyawan menjadi kelompok peneliti­an. Percobaan pertama dilakukan untuk meneliti pengaruh kondisi penerangan terhadap produktivitas. Ketika kondisi penerangan di­naikkan, produktivitas juga naik seperti yang diperkirakan. Tetapi ketika kondisi penerangan dikurangi sampai seperti bila hanya meng­gunakan sinar matahari, ternyata produktivitas tetap naik. Usaha-usa­ha percobaan selanjutnya untuk memecahkan masalah "misterius" ini merupakan era baru hubungan manusiawi.

Dalam percobaan selanjutnya, Mayo dan kawan-kawannya me­nempatkan dua kelompok yang masing-masing terdiri enam karyawa­ti dalam ruang terpisah. Dalam salah satu ruang kondisi diubah-ubah secara periodik, dan ruang lainnya tidak. Sejumlah variabel-variabel dicoba : upah dinaikkan; periode istirahat dan jam makan siang la­manya di ubah-ubah, hari kerja dan minggu kerja diperpendek; pe­neliti yang bertindak sebagai atasan mengikuti kelompok urtuk me­milih periode istirahatnya sendiri dan memberikan kesempatan un­tuk mengajukan usul perubahan.

Sekali lagi, keluaran di kedua ruang ternyata sama-sama mening­kat. Mayo dan kawan-kawan dapat mengesampingkan bahwa insentif keuangan bukan penyebab kenaikan produktivitas, karena skedul pembayaran kelompok yang diteliti dipertahankan sama. Mereka menyimpulkan bahwa rantai reaksi emosional yang kompleks telah mempengaruhi peningkatan produktivitas. Hubungan manusiawi di antara anggota kelompok terpilih, maupun dengan peneliti (pengawas) lebih penting dalam menentukan produktivitas daripada perubahan­perubahan kondisi kerja di atas. Perhatian simpatik dari pengawas Yang mereka terima telah mendorong peningkatan motivasi mereka.

Percobaan ini mengarahkan Mayo untuk penemuan penting lain­nya bahwa perhatian khusus seperti perasaan terpilih menjadi parti­sipan dalam studi yang dilakukan manajemen puncak) sangat mempe­ngaruhi usaha-usaha mereka. Phenomena ini dikenal sebagai Haw­ thorne effect.

Penemuan lainnya adalah bahwa kelompok kerja informal lingkungan sosial karyawan juga mempunyai pengaruh besar pada produktifitas. Kemudan, konsep "mahluk sosial" dimotivasi oleh kebutuhan sosial, keinginan akan hubungan timbal balik dalam pe­kerjaan, dan lebih responsif terhadap dorongan kelompok kerja pengawasan manajemen telah menggantikan konsep "ma­khluk rasional" yang dimotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan phisik manusia. 

Kebaikan dan kekurangan Pendekatan Hubungan Manusiawi
Penekanan kebutuhan-kebutuhan sosial dalam aliran hubungan manusiawi melengkapi pendekatan klasik, sebagai usaha untuk me­ningkatkan produktivitas. Aliran hubungan manusiawi mengutarakan bahwa perhatian terhadap para karyawan akan memberikan keun­tungan. Sebagai tambahan, Mayo menekankan pentingnya gaya ma­najer dan oleh karenanya organisasi perlu merubah latihan manajemennya. Di samping itu, manajer diingatkan pentingnya perhatian terhadap proses kelompok untuk melengkapi perhatian terhadap ma­sing-masing karyawan secara individual.

Teori hubungan manusiawi ini mengilhami para ilmuwan peri­laku manusia seperti Argyris, Maslow, dan McGregor untuk memba­has lebih lanjut motivasi manusia. Konsep "mahluk sosial" tidak menggambarkan secara lengkap individu-individu dalam tempatnya bekerja. Hal ini merupakan salah satu keterbatasan teori hubungan manusiawi. Disamping itu perbaik­an-perbaikan kondisi ke:ja dan kepuasan karyawan tidak menghasil­kan peningkatan produktivitas yang dramatik seperti yang diharap­kan. Juga, lingkungan sosial di tempat kerja hanya salah satu dari­beberapa faktor yang saling berinteraksi yang mempengaruhi produk­tivitas. Tingkat upah, seberapa jauh pekerjaan itu menarik, struktur organisasi dan hubungan perburuhan juga memainkan peranan. Jadi, produktivitas dan kepuasan kerja menjadi semakin kompleks dari yang dipikirkan semula.

Aliran Manajemen Modern
Manajemen modern berkembang melalui dua jalur yang berbeda. Jalur pertama merupakan pengembangan dari aliran hu­bungan manusiawi yang dikenal sebagai perilaku organisasi, dan yang lain dibangun atas dasar manajemen ilmiah, dikenal sebagai aliran kuantitatif (operation research dan management science atau manaje­men operasi). 

Perilaku Organisasi
Perkembangan aliran perilaku organisasi ditandai dengan pan­dangan dan pendapat baru tentang perilaku manusia dan sistem so­sial. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain :
Abraham Maslow yang mengemukakan adanya "hirarki ke­butuhan" dalam penjelasannya tentang perilaku manusia dan dinamika proses motivasi. 

2. Douglas McGregor dengan teori X dan teori Y nya.
Frederick Herzberg yang menguraikan teori motivasi higienis atau teori dua faktor. 
Robert Blake dan Jane Mouton yang membahas lima gaya ke­pemimpinan dengan kisi-kisi manajerial (managerial grid). 
Rensis Likert yang telah mengidentifikasi dan melakukan pene­litiannya secara ekstensif mengenai empat sistem manajemen, dari sistem 1: exploitif-otoritatif sampai sistem 4 : partisipatif kelompok. 
Fred Fiedler yang menyarankan pendekatan contingency pada studi kepefnimpinan. 
Chris A. yang memandang organisasi sebagai sistem sosial atau sistem antar hubungan budaya. . 
Edgar Schein yang banyak meneliti dinamika kelompok dalam organisasi, dan lain-lainnya. 
Hampir semua gagasan yang dikemukakan tokoh-tokoh di atas akan dibahas lebih terperinci dalam bab-bab selanjutnya di belakang. 

Prinsip-Prinsip Dasar Perilaku Organisasi
Prinsip dasar dari pendapat para tokoh manajemen modern adalah sebagai berikut : 
Manajemen tidak dapat dipandang sebagai suatu proses teknik secara ketat (peranan, prosedur, prinsip). 
3. Manajemen harus sistematik, dan pendekatan yang digunakan harus dengan pertimbangan secara hati-hati.
4. Organisasi sebagai suatu keseluruhan dan pendekatan manajer individual untuk pengawasan harus sesuai dengan situasi.
5. Pendekatan motivasional yang menghasilkan komitmen pekerja terhadap tujuan organisasi sangat dibutuhkan.

Sebagai tambahan beberapa gagasan yang lebih khusus dari ber­bagai riset perilaku adalah :
1. Unsur manusia adalah faktor kunci penentu sukses atau kega­galan pencapaian tujuan organisasi.
2. Manajer masa kini harus diberi latihan dalam pemahaman prin­sip-prinsip dan konsep-konsep manajemen.
Organisasi harus menyediakan iklim yang mendatangkan kesem­patan bagi karyawan untuk memuaskan seluruh kebutuhan me­reka. 
4. Komitmen dapat dikembangkan melalui partisipasi dan keterli­batan para karyawan.
5. Pekerjaan setiap karyawan harus disusun yang memungkinkan mereka mencapai kepuasan diri dari pekerjaan tersebut.
Pola-pola pengawasan dan manajemen pengawasan harus diba­ngun atas dasar pengertian positif yang menyeluruh mengenai karyawan dan reaksi mereka terhadap pekerjaan. 
 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger