Konsep Utama Teori Psikoanalisa Sigmund Freud

Konsep Utama Teori Psikoanalisa Sigmund Freud
1. Pandangan tentang sifat manusia 
Pandangan freud tentang sifat manusia pada dasarnya manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional,motifasi-motifasi tak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naruliah, dan oleh peritiwa-peristiwa psikosek sual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan.

Manusia dipandang sebagai sistem-sistem energi, menurut pandangan freud , dinamika kepribadian terdiri dari cara-cara energi psikis dibagikan kepada id,ego, dan superego. Karena energi psikis itu terbatas, maka satu sistem memegang kendali atas energy yang tersedia sambil mengorbankan dua sistem yang lainnya. Tingkah laku dideterminasi oleh energi psikis ini. Freud juga menekankan peran naluri-naluri. Segenap naluri bersifat bawaan dan biologis. Freud menekankan naluri-naluri seksual dan implus-implus agresif. Ia melihat tingkah laku sebagai dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan dan menghindari kesakitan. Manusia memiliki naluri-naluri kehidupan maupun naluri-naluri kematian. Menurut freud,tujuan segenap kehidupan adalah kematian; kehidupan tidak lain dalah jalan melingkar kearah kematian.

2. Struktur Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem: id, ego, dan superego. Ketiganya adalah nama bagi proses-proses psikologi dan jangan dipikirkan sebagai agen-agen yang secara terpisah mengoperasikan kepribadian; merupakan fungsi-fungsi kepribadian sebagai keseluruhan ketimbang sebagai tiga bagian yang terasing satu sama lain. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, sedangkan superego merupakan komponen sosial.

Id
Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan. Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.

Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.

Ego
Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat. Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.

Superego
Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.

Ada dua bagian superego:
Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi. Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.

Interaksi dari Ego, Id dan superego
Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu.

3. Kesadaran dan ketaksadaran
Sumbangan-sumbangan freud terbesar adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran dan ketaksadaran yang merupakan kunci-kunci untuk memahami tingkahlaku dan masalah-masalah kepribadaian. Ketaksadaran tidak bisa dipelajari secara langsung; ia bisa dipelajari dari tingkahlaku. Pembuktian klinis guna membuktian konsep ketaksadaran mencakup: 
  1. mimpi-mimpi, yang merupakan representasi-representasi simbolik dari kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat, dan koflik-konflik yak sadar; 
  2. salah ucap atau lupa misalnya terhadap nama yang di kenal; 
  3. sugesti-sugesti pasca hipnotik; 
  4. bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik saosiasi bebas; dan 
  5. bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik proyaktif.
Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya berada di bawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada di bawah permukaan kesadaran. Ketaksadaran itu menyimpan pengalaman-pengalaman , ingtan-ingtan, dan bahan-bahan yang di represi. Kebutuhan-kebutuhan dan motivasi-motivasi yang tidak bisa dicapai yakni terletak di luar kesadaran/ juga berada di luar daerah kendali. Ferud juga percaya bahwa sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar kawsan kesadaran.

4. Kecemasan 
Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah memperingatkan adanya ancaman bahaya-yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan yang layak untuk mengatasi acnaman bahaya itu tidak di ambil.

Ada tiga macam kecemasan: kecemasan relistis, kecemasan neorotik, dan kecemasan moral. Kecemasan realistis adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada, kecemasan neurotik adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan sesuati tindakan yang bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya. Kecemasan moral adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri.

5. Mekanisme pertahanan ego
Mekanisme pertahahan ego termasuk dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud. Timbulnya mekanisme pertahanan ego tersebut, karena adanya kecemasan-kecemasan yang dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan ego terkait dengan kecemasan individu. Adapun definisi kecemasan ialah perasaan terjepit atau terancam, ketika terjadi konflik yang menguasai ego (Boeree, 2005:42). Kecemasan-kecemasan ini ditimbulkan oleh ketegangan yang datang dari luar. Sigmund Freud sendiri mengartikan mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego itu tidak selalu patologis, dan bisa memiliki nilai penyesuaian jika tidak menjadi suatu gaya hidup untuk menghindari kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang digunakan oleh individu bergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya. Berikut ini penjabaran-penjabaran singkat mengenai beberapa bentuk mekanisme pertahanan ego: 
  1. Penyangkalan,
  2. Proyeksi, 
  3. Fiksasi, 
  4. Regresi, 
  5. Rasionalisasi, 
  6. sublimasi, 
  7. displacement, 
  8. represi, 
  9. formasi reaksi
  • Penyangkalan: Pertahanan melawan kecemasan dengan “ menutup mata “ terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Contohnya, kecemasan atas kematian orang yang yang dicintai misalnya sering memanifestasikan oleh penyangkalan terhadap fakta kematian.
  • Proyeksi: Mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal yang itu pada diri sendiri, jadi dengan proyeksi seseorang akan mengutuk orang lain karena kejahatannya dan menyangkal memiliki dorongan jahat seperti itu.
  • Fiksasi: Menjadi terpaku pada tahap-tahap yang lebih awal, karena mengambil langkah ketahap selanjutnya. Selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan.
  • Regresi: Melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutan tidak terlalu besar.
  • Rasionalisasi: Menciptakan alasan-alasan yang baik guna menghindari ego dari cedera memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak menyakitkan.
  • Sublimasi: Menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya.
  • Displacement: Mengarahkan energy kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya tidak bisa dijangkau.
  • Represi: Sebentuk upaya pembuangan setiap bentuk impuls, ingatan, atau pengalaman yang menyakitkan atau memalukan dan menimbulkan kecemasan tingkat tinggi. 
  • Formasi reaksi: Melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang menimbulkan ancaman. 
Perkembangan Kepribadian 
a. Pentingnya perkembangan awal 
Sumbangan yang berarti dari model psikoanalitik adalah pelukisan tahap-tahap perkembangan psikososial dan individu dari lahir hingga dewasa. Kepada konselor ia menyuguhkan perangkat-perangkat konseptual bagi pemahaman kecenderungan-kecendrungan dalam perkembangan, karakteristik tugas-tugas perkembangan utama dari berbagai taraf pertumbuhan, fungsi personal dan sosial yang normal dan abnormal, kebutuhan-kebutuhan yang kritis berikut dan frustrasinya, sumber-sumber kegagalan perkembangan kepribadian yang mengarah pada masalah-masalah penyesuaian di kemudian hari, serta penggunaan mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang sehat dan tidak sehat. Freud telah menemukan bahwa masalah-masalah yang paling khas yang dibawa orang-orang, baik dalam kondisi-kondisi konseling individual maupun kelompok, terdiri dari: (1) ketidakmampuan menaruh kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain, ketakutan untuk mencintai dan untuk membentuk hubungan intim, dan rendahnya rasa harga diri; (2) ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan perasaan-perasaan benci dan marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri sebagai pribadi, dan kekurangan perasaan-perasaan otonom; (3) ketidakmampuan menerima sepenuhya seksualitas dan perasaan-perasaan diri-sendiri, kesulitan untuk menerima diri-sendiri sebagai pria dan wanita, dan ketakutan terhadap seksualitas. Menurut pandangan psikoanalitik Freudian, ketiga area perkembangan personal dan sosial (cinta dan rasa percaya, penanganan perasaan-perasaan negatif, dan pengembangan penerimaan yang positif terhadap seksualitas) itu berlandaskan lima tahun pertama dari kehidupan. Periode perkembangan ini merupakan landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. 

b. Tahun pertama kehidupan: fase oral
Freud mengajukan teori tentang seksualitas infantil. Sejak Freud, kegagalan masyarakat untuk mengakui seksualitas infantil bisa diterangkan oleh tabu-tabu kultural, dan setiap represi individu atas pengalaman-pengalaman infantile dan masa kanak-kanak berada dalam area ini. Dari lahir sampai akhir usia satu tahun seorang bayi menjalani fase oral. Menghisap buah dada ibu memuaskan kebutuhannya akan makanan dan kesenangan. Karena mulut dan bibir merupakan zone-zone erogen yang peka selama fase oral ini, bayi mengalami kenikmatan erotik dari tindakan menghisap. Benda-benda yang dicari oleh anak dapat menjadi substitut-subtitu bagi apa-apa yang sesungguhnya diinginkannya yakni makanan dan cinta dari ibunya. Tugas perkembangan utma fase oral adalah memperoleh rasa percaya kepada orang lain, kepada dunia, dan kepada diri sendiri. Cinta adalah suatu perlindungan terbaik terhadap ketakutan dan ketidakamanan. Anak-anak yang dicintai oleh orang lain hanya mendapat sedikit kesulitan dalam menerima dirinya sendiri. Sedangkan anak yang merasa tidak diinginkan, tidak diterima, dan tidak dicintai, cenderung mengalami kesulitan yang besar dalam menerima diri sendiri. Efek penolakan pada fase oral adalah kecenderungan dimasa kanak-kanak selanjutnya untuk menjadi penakut, tidak aman, haus akan perhatian, iri, agresif, benci, dan kesepian.

c. Usia satu sampai tiga tahun: fase anal 
Fase oral metuntut untuk mengalami rasa bergantung yang sehat, menaruh kepercayaan pada dunia, dan menerima cinta, sedangkan fase anal menandai langkah lain dalam perkembangan kepribadian. Tugas-tugas yang harus diselesaikan selama fase ini adalah belajar mandiri, memiliki kekuatan pribadi dan otonomi, serta belajar bagaimana mengakui dan menangani perasaan-perasaan tang negatif. Selama fase anal, anak dipastikan akan mengalami perasaan-perasaan negatif seperti benci, hasratmerusak, marah, dan sebagainya, penting bagi anda untuk belajar bahwa perasaan-perasaan yang negatif itu bisa diterima adanya, hal yang juga penting pada fase ini adalah, anak memperoleh rasa memiliki kekuatan, kemandirian, dan otonomi. Pada fase anal ini anak perlu bereksperimen, berbuat salah, dan merasa bahwa mereka tetep diterima untuk kesalahannya itu, dan menyadari diri sebagai individu yang terpisah dan mandiri.

d. Usia tiga sampai lima tahun: fase falik
Kita telah melihat bahwa diantara usia satu dan tiga tahun seorang anak menyingkirkan cara-cara yang infantil, dan secara aktif maju mendaki dunia yang lain. Ini fase ketika kesanggupan-kesanggupan untuk berjalan, berbicara, berpikir, dan mengendalikan otot-otot berkembang pesat. Masturbasi yang disertai oleh fantasi-fantasi adalah hal yang normal pada masa kanak-kanak awal. Pada fase falik, masturbasi itu meningkatkan frekuensinya. Eksperimentasi masa kanak-kanak adalah hal yang umum, dan karena banyak sikap terhadap seksualitas yang bersumber pada fase falik, maka penerimaan terhadap seksualitas dan penanganan dorongan seksualitas pada fase ini menjadi penting. Fase falik adalah periode perkembangan hati nurani, suatu masa ketika anak-anak belajar mengenal standar-standar moral. Selama fase falik anak perlu belajar menerima persaan-perasaan seksualitas sebagai hal yang alamiah dan belajar memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Fase falik ini anak membentuk sikap-sikap mengenai kesenangan fisik, mengenai apa yang “ benar “ dan “ salah” serta mengenai apa yang “ maskulin “ dan yang “ feminim”. Fase falik memiliki implikasi-implikasi yang berarti bagi konselor yang sedang menangani orang-orang dewasa. Banyak konseli yang tidak pernah sepenuhnya mampu memahami perasaan-perasaan tentang seksualitasnya sendiri. Mereka memiliki perasaan-perasaan yang sangat membingungkan sehubungan dengan indenfikasi peran, dan mereka berada dalam pergulatan untuk menerima perasaan-perasan dan tingkah laku sendiri. Denagn demikian, mereka juga akan menyadari bahwa, meskipun sikap-sikap dan tingkah laku mereka yang sekarang dibentuk oleh masa lampau, mereka tidak ditakdirkan untuk terus menjadi korban masa lampau.

Proses konselingutik 
a. Tujuan-tujuan konselingutik 
Tujuan konseling psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari didalam diri konseli. Proses konselingutik difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksi, dibahas, dianalisis, ditafsirkan, dengan sasaran merekonstruksi kpribadian. Konseling psikonalitik menekankan dimensi afektif dari upaya menjadikan ketidaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian intelektual memiliki arti penting, tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yangberkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi. 

b. Fungsi dan Peran Konselor
Karakteristik psikoanalisis adalah, konselor atau analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga konseli memproyeksikan dirinya kepada analis. Proyeksi-proyeksi konseli, yang menjadi bahan konseling, ditafsirkan dan dianalisis. Analis terlebih dahulu harus membangunkan hubungan kerja dengan konseli, kemudian perlu banyak mendengar dan menafsirkan. Analis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan konseli. Sementara yang dilakukan oleh konseli sebagian besar adalah berbicara, yang dilakukan oleh analis adalah mendengarkan dan berusaha untuk mengetahui kapan dia harus membuat penafsiran-penafsiran yang layak untuk mempercepat proses penyingkapan hal-hal yang tidak disadari. Analis mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan pertentangan-pertentangan pada cerita konseli, mengartikan mimpi-mimpi dan asosiasi bebas yang dilaporkan oleh konseli mengamati konseli secara cermat selama pertemuan konseling berlangsung, dan peka terhadap isyarat-isyarat yang menyangkut perasaan-perasaan konseli pada analis. Fungsi utama analis adalah mengajarkan arti proses-proses pada konseli sehingga konseli mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara untuk berubah dan dengan demikian, memperoleh kendali yang lebih rasional atas kehidupannya sendiri.

c. Pengalaman Konseli dalam Konselor
Konseli harus bersedia melibatkan diri dalam proses konseling dan berjaka panjang. Biasanya konseli mendatangi konseling beberapa kali seminggu dalam masa tiga sampai 5 tahun. Pertemuan konseling biasaya berlangsung 1 jam. Setelah beberapa kali pertemuan tatap muka dengan analis, konseli kemudian diminta berbaring melakukan asosiasi bebas, yakni mengatakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Konseli mencapai kesepakatan dengan analis mengenai pembayaran biaya konseling, mendatangi pertemuan konseling pada waktu tertentu, dan bersedia terlibat dalam proses intensif. Konseli sepakat untuk berbicara karena produksi-produksi verbal konseli merupakan konseling psikoanalitik. Selama konseling konseli bergerak melalui tahap-tahap tertentu: mengembangkan hubungan dengan analis., mengalami krisis treatment, memperoleh pemahaman atas masa lampaunya yang tak disadari, mengembangkan resistansi-resistansi untuk belajar lebih banyak tentang diri sendiri, mengembangkan suatu hubungan transferensi dengan analis, memperdalam konseling, menangani resistansi-resistansi dan masalah yang tersingkap, dan mengakhiri konseling. 

d. Hubungan antara konselor dan konseli
Hubungan konseli dengan analis dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi inti pendekatan psikoanalitik. Transferensi mendorong konseli untuk mengalamatkan pada analis “urusan yang tak selesai” yang terdapat hubungan konseli di masa lampau dengan orang yang berpengaruh. Transferensi terjadi pada saat konseli membangkitkan kembali konflik-konflik masa dirinya yang menyangkut cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan, dan dendamnya membawa konflik-konflik itu kesaat sekarang, mengalami kembali, dan menyangkutkannya pada analis. Konseli kemungkinan memandang analis sebagai figur kekuasaan yang menghukum, menuntut, dan mengendalikan. Jika konseling yang diinginkan memiliki pengaruh menyembuhkan, maka hubungan transferensi harus digarap. Proses penggarapannya melibatkan eksplorasi oleh konseli atas kesejajaran-kesejararan antara pengalaman masa lampau dan pengalaman masa kini. Jika analis mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras yang berasal dari konflik-konfliknya sendiri maka akan terjadi kontratransferensi. Kontratransferensi ini bisa terdiri dari perasaan tidak suka atau keterikatan dan keterlibatan yang berlebihan. Analisis harus menyadariperasaan-perasaannya terhadap konseli dan mencegah pengaruh-pengaruhnya yang merusak. Analis diharapkan agar relative objektif dalam menerima kemarahan, cinta, rujukan, kritik, dan perasaan-perasaan lainnya yang kuat dari konseli. Sebagian besar program latihan psikoanalitk mewajibkan calon analis untuk menjalani analisis yang intensif sebagai konseli. Analis dianggap telah berkembang mencapai taraf dimana konflik-konflik utamanya sendiri terselesaikan,dan karenanya dia mampu memisahkan kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalahnya sendiri dari situasi konseling. Sebagai hasil hubungan terapeutik, khususnya penggarapan situasi transferensi, konseli memperoleh pemahaman terhadap psikodinamika-psikodinamika tak sadarnya. Kesadaran dan pemahaman atas bahan yang direfresi merupakan landasan bagi proses pertumbuhan analitik. Konseli mampu memahami asosiasi antara pengalaman-pengalaman masa lampaunya dengan kehidupan sekarang. Pendekatan psikoanalitik berasumsi bahwa kesadaran diri ini bisa secara otomatis mangarah pada perubahan kondisi konseli.

Teknik-teknik terapeutik 
a. Asosiasi bebas
Teknik pokok dalam terapai psikoanalisa adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan konseli untuk menjernihkan pikiranya dari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadaranya. Yang pokok, adalah konseli mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor. Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasn emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatic dimasa lampau yang dikenal dengan sebutan kataris. Kataris hanya menghasilkan peredaan sementara atas pengalaman-pengalaman menyakitkan yang dialami konseli, tidak memainkan peran utama dalam proses treatment psikoanalitik kontemporer: kataris mendorong konseli untuk menyalurkan sejumlah perasaannya yang terpendam, dan karenanya meratakan jalan bagi pencapaian pemahaman. Guna membantu konseli dalam memperoleh pemahaman dan evaluasi diri yang lebih obyektif, analis menafsirkan makna-makna utama dari asosiasi bebas ini. Selama proses asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. 

b. Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari konseli makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran-penafsiran analis menyebabkan pemahaman dan tidak terhalanginya bahan tak sadar pada pihak konseli. Penafsiran-penafsiran harus tepat waktu, sebab konseli akan menolak penafsiran-penafsiran yang diberikan pada saat yang tidak tepat. Sebuah aturan umum adalah bahwa penafsiran harus disajikan pada saat gejala yang hendak ditafsirkan itu dekat dengan kesadaran konseli. Aturan umum yang lainnya adalah bahwa penafsiran harus berawal dari permukaan serta menembus hanya sedalam konseli mampu menjangkaunya sementara dia mengalami situasi itu secara emosional. Aturan umum yang ketiga adalah bahwa resistensi atau pertahanan paling baik ditunjukan sebelum dilakukan penafsiran atas emosi atau konflik yang ada di baliknya.

c. Analis mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyikap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada konseli pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai “jalan istimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari. Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi: isi laten dan isi manifest. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan kedalam isi manifest yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi laten mimpi kedalam isi manifest yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Selama jam analitik, analis bisa meminta konseli untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifest impian guna menyingkap makna-makna yang terselubung. 

d. Analis dan Penafsiran Resistensi
Resistensi, sebuah konsep yang fundamental dalam praktek konseling psikoanalitik, adalah sesuatu yang melawan kelangsungan konseling dan mencegah konseli mengemukakan bahan yang tak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh konseli sebagai pertahanan terhadap kecemasaan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkatkan jika konseli menjadi sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan-perasaannya yang direpresi itu. Resistensi ditujukan untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus menunjukkannya dengan konseli harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa menangani komplik-komplik secara realitis. Penafsiran analis atas resistensi ditujukan untuk membantu konseli agar menyadari alasan-alasan yang ada dibalik resistensi sehingga dia bisa menanganinya. Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang harus diatasi. Karena merupakan perwujutan dari pendekatan-pendekatan defensif konseli yang biasa dalam kehidupan sehari-harinya, resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat bertahan terhadap kecemasan, tetapi menghambat kemampuan konseli untuk mengalami kehidupan yang lebih memuaskan.

e. Analisis dan penafsiran transferensi 
Sama halnya dengan resistensi, transferensi merupakan inti dari konseling psikoanalitik. Analisis transferensi adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong konseli untuk menghidupkan kembali masa lampau dalam konseling. Ia memungkinkan konseli mampu memperoleh pemahaman atas sifat dari fiksasi-fiksasi dan deprivasi-deprivasinya, dan menyajikan pemahaman tentang pengaruh masa lampau terhadap kehidupannya sekarang. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan konseli mampu menembus konflik-konflik masa lampau yang tetapdipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat pertumbuhan emosionalnya. Singkatnya, efek-efek psikopatologis dari hubungan masa dini yang tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terhadap dalam hubungan konselingutik dengan analis.
 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger