Definisi, Pengertian Kebijakan Moneter Dan Kebijakan Fiscal Instrument Serta Penjelasannya

Definisi, Pengertian Kebijakan Moneter Dan Kebijakan Fiscal Instrument Serta Penjelasannya
Ekonomi makro adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan yang menjelaskan tentang perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak rumah tangga (household) dan perusahaan serta pasar. Hubungan kausal yang dipelajari dalam ekonomi makro adalah meliputi beberapa variable ekonomi agregatif seperti : tingkat pendapatan nasional, tingkat kesempatan kerja, jumlah uang yang beredar, tingkat suku bunga, tingkat harga atau inflasi, pengangguran, neraca pembayaran nasional, dan hutang pemerintah serta stok kapital nasional. Selain itu, ekonomi makro mampu digunakan untuk menganalisis cara terbaik dalam mempengaruhi target – target kebijaksanaan pemerintah seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga atau laju inflasi, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca pembayaran yang berkesinambungan.

Menurut Gregory Mankiw (2007), variable yang paling penting dalam ekonomi makro adalah Gross Domestic Product (GDP). Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) mengukur keseluruhan produksi barang dan jasa beserta pendapatannya yang dihasilkan oleh suatu Negara dalam suatu wilayah negara tertentu pada kurun waktu tertentu yang biasanya satu tahun. GDP yang besar tidak menjamin kebahagiaan seluruh warga Negara atau penduduk suatu Negara, tetapi mungkin hanya sebagai salah satu resep kebahagiaan terbaik yang dapat disajikan oleh para ahli makro ekonomi, karena GDP adalah bukan satu – satunya ukuran kesejahteraan yang terbaik.

Tolak ukur ekonomi makro yang lain selain GDP yang sering digunakan utuk mengukur keberhasilan sebuah perekonomian suatu Negara adalah pendapatan nasional, produk nasional, tingkat kesempatan kerja, tingkat harga, posisi neraca pembayaran luar negeri atau devisa Negara. Namun, dari berbagai tolak ukur tersebut yang sering menjadi pusat perhatian dalam ekonomi makro adalah pendapatan nasional (national income) yang dalam arti tertentu disebutkan sama artinya dengan produk nasional (national product) atau sering disebut juga dengan produk domestic (domestic product).

Dalam ekonomi makro pelaku kegiatan ekonomi bukan hanya terdiri atas rumah tangga konsumen dan rumah tangga produsen, akan tetapi juga melibatkan pemerintah dengan kebijakannya yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan nasional (national income), lembaga keuangan, dan negara – negara lain yang mampu menjadi pelaku ekspor impor barang dan jasa dari sebuah negara, mampu menyediakan kerjasama dalam pemenutuhan kebutuhan barang dan jasa sebuah negara, serta mampu memberikan pinjaman kredit bagi suatu negara yang membutuhkan.

Sebagai salah satu lembaga keuangan, bank sentral memiliki peran penting dalam perekonomian negara yaitu bank sentral harus mampu menstabilkan nilai rupiah dengan tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem. Dalam makalah ini, saya akan membahas tentang bagaiamana kinerja bank sentral yang memiliki kedududkan independen sesuai UU No. 23 Tahun 1999.

Menurut Pierson, seorang ahli ekonomi dari Belanda, bank adalah badan atau lembaga yang menerima kredit. Bank menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito berjangka dan tabungan. Simpanan dari masyarakat tesebut kemudian dikelola dengan cara menyalurkannya dalam bentuk investasi dan kredit kepada badan usaha swasta atau pemerintah. Dari kegiatan tersebut, bank memperoleh keuntngan berupa dividen atau pendapatan bunga yang dapat digunakan untuk membayar biaya operasional dan mengembangkan usaha.

Dalam bukunya Bank Politik, Prof GM. Verrijin Stuart mendefinisikan bank sebagai suatu badan usaha yang bertujaun memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukaran baru berupa uang giral

Somary menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang aktif memberikan kredit kepada nasabah, untuk jangka pendek, menengah, atau jangka panjang. Bank pemerintah memperoleh dana dari angaran belanja negara yang disisihkan, sendangkan bank swasta memperoleh modal dri saham. Apabila modal saham tidak mencukupi, maka bank dapat melakukan pengumpulan dana melalui :
a. kredit likuiditas dari bank sentral
b. pinjaman dari bank-bank dalam dan luar negeri
c. penerbitan saham baru, obligasi, dan setifikat bank.

Keuntungan yang diperoleh bank berasal dari selisih antara bunga kredit yang diterima dan yang dikeluarkan.
RG. Howtery dalam bukunya Currency on Credit, menyatakan bahwa uang di tangan masyarakat berfungsi sebagai alat penukar (medium exchange) dan sebagai alat pengukur nilai (standard on value). Masyarakat memperoleh alat penukar (uang) berdasarkan kredit yang diperoleh dari badan perantara utang dan piutang, yaitu bank. Dari pendapat ini, dapat disimpulkan suatu definisi bank, yaitu badan perantara kredit.

Dalam bukunya Ensklopedi Ekonomi Keuangan dan Perdagangan A. Abdurrachman merumuskan definisi bank sebagai suatu lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan, dan lain-lain. Menurutnya bank adalah suatu usaha perdagangan yang menjual jasa penyimpanan uang dan pemberian kredit dengan tujuan mencari keuntungan yang wajar dari bermoral.

UU No.14 tahun 1967 mengatur tentang pokok-pokok perbankan. Dalam memberikan kredit didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan pengedaran uang. Pemberian kredit dapat dilakukan dengan modal sendiri. Denga dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga, atau dengan mengedarkan alat-alat pembayaran berupa uang giral.

UU No.7 tahun 1992 pasal 1 ayat 1 yang mengatur tentang perbankan memberikan definisi tentang bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Definisi ini menjelaskan bahwa dalam menjalankan usahanya bank tidak hany mencari keuntungan semata, tetapi juga berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pendapatan.(anonima)

Bank Sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi. Bank Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali, dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka Bank Sentral dengan menggunakan instrumen antara lain namun tidak terbatas pada base money, suku bunga, giro wajib minimum mencoba menyesuaikan jumlah uang beredar sehingga tidak berlebihan dan cukup untuk menggerakkan roda perekonomian.(anonimb)

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi bank yang perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.(anonimc)

Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar

2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4. Himbauan Moral
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

3. Anggaran Berimbang
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaransama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.(anonimd)

Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus selama peride tertentu.(Nopirin,1987) 

Inflasi dinyatakan sebagai kenaikan harga secara umum. Jadi tingkat inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum yang dapat dinyatakan dengan rumussebagai berikut:Rate of inflation (year t) = Price level (year t)- price level (year t-lPrice level (year t-l). (Samuelson dan Nordhaus,1998) 

Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama waktu tertentu.(anonime)
Likuiditas adalah menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih, perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannnya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaaan “likuid” dan koperasai dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut menpunyai alat pembayaran atau pun aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang lancar atau hutang jangka pendek dansebaliknya.(S.Munawir,1981)
Likuiditas adalah keseimbangan antara perluasan-perluasan dan pengurangan likuiditas dari kekayaan yang disediakan dengan kemudian pengembalian dan kewajiban–kewajiban untuk pengembalian. (R. Soemitro. 1986).

Independensi bank sentral yang digambarkan di atas merupakan penerapan dari konsep peran ideal bagi bank sentral dalam pengelolaan ekonomi nasional secara makro agar efektif, yang ternyata juga nampak di dalam praktek, sebagaimana dilaporkan sebuah penelitian mengenai penyelenggaraan fungsi bank sentral di banyak negara, baik maju maupun berkembang. Ini semua perlu kita cermati dalam upaya kita untuk menyumbang secara positif pada proses untuk mewujudkan Bank Indonesia menjadi bank sentral yang independen.

Seperti yang kita ketahui tentang fungsi bank sentral pada perekonomian makro suatu negara menunjukkan bahwa, dari ketiga fungsi pokok bank sentral, pengelolaan kebijaksanaan moneter untuk memelihara kestabilan, penyelenggaraan sistem pembayaran nasional serta pengawasan perbankan, saya berpendapat bahwa yang paling utama harus diberikan independensi adalah mengenai pengelolaan kebijakan moneter. Ini dapat dirumuskan dalam tugas menjaga nilai rupiah, baik dalam hubungannya dengan harga barang dan jasa ( atau mengendalikan tingkat inflasi ), maupun dalam hubungannya dengan mata uang lain ( mengendalikan nilai tukar ).

Dalam hubungan ini, apa yang disinyalir dalam studi tentang permasalahan bank sentral di negara-negara berkembang, mengenai hubungan antara keuangan negara - dengan anggaran yang kerapkali menunjukkan defisit dan menjadi penyebab inflasi - dengan bank sentral yang melakukan fungsi pengendalian inflasi, untuk Indonesia sebenarnya telah diatasi secara konseptual dengan janji pemerintah untuk melaksanakan sistem anggaran berimbang.

Akan tetapi, perlu kita ketahui bahwa pemberian status independen ini harus didasarkan atas suatu penugasan yang eksplisit, jelas dirumuskan seperti dikemukakan di atas. Karena itu, rumusan penugasan Bank Indonesia dalam Undang-undang tentang bank sentral 1968 mampu kita pikirkan bahwa tidak sesuai dengan pemberian status independen pada BI. Rumusan sekarang yang sangat luas itu, meskipun nampaknya masih relevan dengan tahap atau kondisi ekonomi Indonesia saat ini, akan menimbulkan kerancuan mengenai tanggung jawab Bank Indonesia sebagai bank sentral. Rumusan demikian mempersulit pelaksanaan tanggung jawabya. Kalau sasaran kegiatan BI adalah pertumbuhan dan kesempatan kerja, maka sulit mencari ukuran kinerjanya, kalau terjadi keadaan di mana sasaran tersebut tidak tercapai. Tuntutan agar setiap lembaga harus accountable dalam hal ini menjadi sulit untuk direalisasikan.

Selain itu, perlu disadari pula bahwa meski fungsi utamanya adalah memelihara kestabilan moneter, tidak berarti bahwa Bank Indonesia tidak mendukung sasaran pertumbuhan, kesempatan kerja dan pemerataan. Secara konsep perlu disadari bahwa terpeliharanya kestabilan itu akan mendukung pertumbuhan dan pemerataan. Jadi bagi mereka yang khawatir bahwa dengan fungsi dan tugas yang eksplisit dan terbatas ini Bank Indonesia akan "kehilangan commitment" untuk memberi dukungan pada pencapaian sasaran pertumbuhan dan pemerataan yang demikian penting dalam pembangunan nasional, perlu menyadari bahwa secara implisit hal itu tetap ada. Akan tetapi, untuk kejelasan tanggung jawabnya, maka yang disebutkan eksplisit dibatasi. Seandainya diperlukan, mungkin formulasi untuk fungsi dan tugas lebih baik, disebutkan bahwa bank sentral menunjang pencapaian sasaran-sasaran umum pemerintah, tetapi dengan tambahan penjelasan, "sepanjang hal tersebut konsisten dengan pencapaian sasaran pokok bank sentral."

Mengenai penyelenggaraan sistem pembayaran, perlu kita pahami bahwa tidak ada masalah yang perlu perhatian khusus, selain kenyataan bahwa dengan semakin majunya perekonomian, semakin besarnya nilai transaksi, maka aliran dana yang merupakan imbalan aliran barang dan jasa dalam perekonomian juga menjadi berlipat dalam jumlahnya. Selain itu, kemajuan dalam sektor keuangan dan teknologi juga terus menumbuh kembangkan kegiatan konsumsi, produksi, investasi dan perdagangan. Apalagi dengan kanyataan semakin pentingnya arti mata uang sebagai barang dagangan. Semua ini menyebabkan semakin besarnya nilai transaksi. Karena itu permasalahan sistem pembayaran yang dapat mendukung meningkatkan kegiatan ekonomi secara efisien, efektif dan aman menjadi semakin penting. Saya beberapa waktu yang lalu telah beberapa kali mengingatkan bahwa sampai dengan terjadinya krisis ekonomi tahun lalu, nilai kliring yang diselenggarakan BI yang dalam tahun 1990/91 masih sekitar 5 trilyun rupiah per harinya, pada akhir 1996 telah mencapai nilai 20 sampai 25 trilyun rupiah per hari. Ini menuntut pengaturan, penyelenggaraan serta pengendalian sistem pembayaran yang harus semakin canggih.

Akan tetapi, fungsi pokok yang lain, berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan perbankan, perlu mendapat perhatian yang saksama. Berkaitan dengan hal tersebut kita bisa melihat penyelenggaraan pengawasan perbankan, karena kecenderungan menyatunya kegiatan lembaga keuangan atau kaburnya batas pemisah antara instrumen keuangan yang satu dengan yang lain, menyebabkan bahwa kegiatan perbankan dengan lembaga keuangan lain, seperti reksa dana atau lembaga pembiayaan lain, semakin tercampur. Karena itu, pengawasan perbankan yang terpisah dari yang lain, yang mungkin tidak memberikan hasil yang optimal. Hal tersebut akan menjadi optimum bila menyatukan pengawasan terhadap berbagai lembaga keuangan ini dengan pengawasan bank, dibawah lembaga yang sama. Apakah setelah disatukan diletakkan di bawah BI atau Depertemen Keuangan atau berdiri sendiri, menurut pendapat saya tidak terlalu menjamin. Yang lebih penting adalah bahwa pengawasannya dilakukan oleh satu lembaga, untuk memperoleh hasil yang optimal dari pengawasannya.

Dari studi yang saya singgung di atas ditunjukkan bahwa pada kebanyakan bank sentral masih dirasakan bahwa pengawasan perbankan ini sebaiknya ada pada bank sentral. Di berbagai negara, juga pengawasan terhadap berbagai lembaga keuangan lain, diletakkan dibawah bank sentral. Ini yang berlaku di Malaysia, Singapura dan Thailand. Dari segi praktisnya penempatan lembaga pengawasan ini dibawah bank sentral memang mudah dimengerti. Dengan demikian, untuk saya yang lebih penting adalah menyatukan pengawasan tersebut. Setelah disatukan, lembaga pengawas ini dapat berdiri sendiri atau diletakkan di bawah bank sentral, untuk alasan praktisnya.

Akan tetapi, kita juga mengamati bahwa di Jepang dan Inggris, pengawasan berbagai lembaga keuangan, bank dan non-bank, disatukan dalam satu lembaga yang diletakkan di luar Bank of Japan dan Bank of England. Di Jerman, pengawasan bank dilakukan oleh lembaga pengawas yang juga di luar Bundesbank.

Suatu catatan lain yang ingin dikemukakan di sini adalah bahwa pengawasan perbankan ini yang dikaitkan dengan tanggung jawab untuk menumbuhkan sistem perbankan yang sehat, biasanya dikaitkan dengan kegiatan bank sentral sebagai lender of last resort. Dalam penanganan terhadap bank yang mengalami masalah, maka fungsi lender of last resort yang berkewajiban membantu bank (sehat) yang mengalami masalah likuiditas, dapat menjadi bertabrakan dengan tugas memelihara kestabilan moneter. Pada waktu tugas pemeliharaan kestabilan moneter mengharuskan dilaksanaknnya pengetatan likuiditas, misalnya dengan meningkatkan suku bunga atau mengurangi jumlah uang beredar, kalau pada waktu yang bersamaan harus menghadapi bank yang bermasalah yang harus dibantu likuiditasnya, maka tanggung jawab keduanya yang ada di tangan bank sentral dapat menimbulkan pertentangan kepentingan yang bisa dikompromikan. Dalam kondisi adanya 'distress' pada perbankan, banyaknya bank yang lemah dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu, seperti yang dialami perbankan nasional sejak September tahun lalu, maka perubahan kondisi bank dari mengalami masalah likuiditas (mismatch) menjadi masalah yang lebih serius, bahkan insolvent, dapat terjadi dalam waktu yang cepat dan menyangkut banyak bank, karena adanya dampak penularan (contagious). Keadaan ini, mungkin yang mendorong pemisahan kegiatan pengawasan perbankan, yang telah disatukan dengan lembaga-lembaga keuangan lain, dipisahkan dari tugas pengendalian moneter.

Sebaliknya, kenyataan bahwa kaitan antara kebijaksanaan moneter untuk menjaga kestabilan dengan kebijakan untuk menumbuhkan sistem perbankan yang sehat, terutama dengan krisis yang melanda ekonomi nasional setahun ini, yang semakin erat, dapat mendorong argumen perlunya disatukan fungsi dan tanggung jawab ke duanya. Secara konseptual, kaitan yang sangat erat antara dua kegiatan, yang selama ini diperlakukan terpisah ini, menimbulkan tantangan baru untuk diperhatikan.

Sebagaimana diketahui, kebijakan moneter untuk menciptakan kestabilan, pada dasarnya merupakan permasalahan ekonomi makro dengan unsur-unsurnya yang pada umumnya bersifat jangka pendek. Kebijakan moneter ketat atau longgar, suku bunga tinggi atau rendah, pada dasarnya masalah jangka pendek. Sebaliknya, kebijakan untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat, selain merupakan permasalahan ekonomi mikro, masalah efisiensi bank, masalah sehatnya bank yang diukur dengan kondisi permodalan, aset, manajeman, pendapatan dan likuiditas bank ( atau CAMEL ), semuanya merupakan masalah yang dihadapi bank secara sendiri-sendiri, atau masalah ekonomi mikro. Demikian pula pengaturan dan pengawasan bank oleh otorita pengawas. Selain semua ini merupakan permasalahan ekonomi mikro, mereka merupakan permasalahan jangka menengah atau panjang. Masalah manajeman, masalah pengawasan, masalah peraturan, perlindungan hukum, dsb., semuanya berjangka menengah atau panjang. Jadi, meskipun sangat bisa dipahami, bahwa untuk supaya kebijaksanaan moneter efektif dan berkesinambungan (sustainable) sistem perbankan harus sehat, akan tetapi keduanya sangat berbeda, makro dan mikro, jangka pendek dan panjang. Semua ini pada dasarnya menuntut penanganan kedua kelompok masalah tersebut secara terkoordinasi secara rapi. Ini dapat mendorong argumen yang mendukung agar tetap diletakkannya fungsi pengawasan pada bank sentral.

Apakah tetap diletakkan pada BI atau berdiri sendiri, pengawasan lembaga keuangan juga harus mempunyai status independen. Sebab, dalam praktek yang berkembang di masa lalu, dengan hubungan antara perusahaan swasta dengan pemerintah yang tidak transparan, karena praktek crony capitalism, maka tabrakan kepentingan yang menyangkut tugas pengawasan dan pengendalian moneter tadi dapat dikompromikan yang membawa dampak semakin sulitnya mencari jalan keluar dari masalah yang menghinggapi perbankan.
 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger