Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Pedagang Eceran

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Pedagang Eceran
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa (Tjokroamidjojo & Mustopadidjaya, 1988). Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan pembangunan nasional yang membawa perubahan di sektor pembangunan ekonomi, di mana tercatat bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat secara terus menerus selama lebih-kurang 32 di masa pemerintahan Orde Baru belum mampu membangun basis ekonomi rakyat yang tangguh. Perlu pula disadari bahwa proses percepatan pembangunan yang terlalu menitik-beratkan pada laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa dimbangi dengan pemerataan pendapatan untuk membangun ekonomi rakyat, maka misi pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat akan terabaikan sehingga basis ekonomi rakyat (nasional) mengalami kegoncangan bahkan rapuh. 

Kerapuhan basis ekonomi rakyat mulai nampak pada saat bangsa Indonesia memasuki era tinggal landas atau Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang ditandai dengan munculnya krisis multi-dimensional, yang diawali dengan krisis ekonomi dan moneter pada awal tahun 1997 sekaligus menandai berakhirnya pemerintahan Orde Baru dan dimulai dengan memasuki Era Reformasi. Dengan adanya krisis ekonomi dan moneter, maka terjadi kelumpuhan ekonomi nasional terutama di sektor riel yang berakibat terjadinya PHK besar-besaran dari perusahan-perusahan swasta nasional. Hal ini berujung pada munculnya pengangguran di kota-kota besar.

Dualisme kota dan desa yang terdapat di Indonesia, seperti negara-negara berkembang lainnya telah mengakibatkan munculnya sektor formal dan sektor informal dalam kegiatan perekonomian. Urbanisasi sebagai gejala yang sangat menonjol di Indonesia, tidak hanya mendatangkan hal-hal positif, tetapi juga hal-hal negatif. Sebagian para urbanit telah tertampung di sektor formal, namun sebagian urbanit lainnya yang tanpa bekal ketrampilan yang cukup tidak dapat tertampung dalam lapangan kerja formal yang tersedia. Para urbanit yang tidak tertampung di sektor formal pada umumnya tetap berstatus mencari pekerjaan dan melakukan pekerjaan apa saja untuk menopang hidupnya (Harsiwi, 2003). 

Sektor informal muncul dalam kegiatan perdagangan yang bersifat kompleks oleh karena menyangkut jenis barang, tata ruang, dan waktu. Berkebalikan dengan sektor formal yang umumnya menggunakan teknologi maju, bersifat padat modal, dan mendapat perlindungan pemerintah, sektor informal lebih banyak ditangani oleh masyarakat golongan bawah. Sektor ini diartikan sebagai unit-unit usaha yang tidak atau sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah (Hidayat, 1978). Sektor informal ini umumnya berupa usaha berskala kecil, dengan modal, ruang lingkup, dan pengembangan yang terbatas. Meskipun demikian sektor informal sangat membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga kerja secara mandiri bagi tenaga kerja yang memasuki pasar kerja, selain untuk menyediakan kebutuhan masyarakat golongan menengah ke bawah. Pada umumnya sektor informal sering dianggap lebih mampu bertahan hidup dibandingkan sektor usaha yang lain. Hal tersebut dapat terjadi karena sektor informal relatif tidak tergantung pada pihak lain, khususnya menyangkut permodalan dan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan usahanya.

Salah satu sektor informal yang banyak diminati para pengangguran (selain yang memang sudah lama bekerja di sektor ini) yaitu pedagang kaki lima. Kelompok pedagang kaki lima sebagai bagian dari kelompok usaha kecil adalah kelompok usaha yang tak terpisahkan dari aset pembangunan nasional yang berbasis kerakyatan, jelas merupakan bagian integral dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam turut mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Mereka yang masuk dalam kategori pedagang kaki lima ini mayoritas berada dalam usia kerja utama (prime-age) (Soemadi, 1993). Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak adanya keahlian tertentu menyebabkan mereka sulit menembus sektor formal. Meskipun dalam era terbatasnya kesempatan kerja saat ini, orang dengan pendidikan tinggipun tidak menutup kemungkinan juga masuk dalam sektor informal. 

Pedagang kaki lima adalah orang yang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal (Winardi dalam Haryono, 1989). Pedagang kaki lima pada umumnya adalah self-employed, artinya mayoritas pedagang kaki lima hanya terdiri dari satu tenaga kerja. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu besar, dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan, dan modal kerja. Dana tersebut jarang sekali dipenuhi dari lembaga keuangan resmi, biasanya berasal dari sumber dana ilegal atau dari supplier yang memasok barang dagangan. Sedangkan sumber dana yang berasal dari tabungan sendiri sangat sedikit. Ini berarti hanya sedikit dari mereka yang dapat menyisihkan hasil usahanya, dikarenakan rendahnya tingkat keuntungan dan cara pengelolaan uang. Sehingga kemungkinan untuk mengadakan investasi modal maupun ekspansi usaha sangat kecil (Hidayat, 1978).

Sejalan dengan uraian di atas, dalam penjelasan UU. No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, disebutkan bahwa Usaha kecil (termasuk pedagang kaki lima) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas kepada masyarakat, dapat berperanan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional pada umumnya dan stabilitas ekonomi pada khususnya. Bahkan pedagang kaki lima, secara nyata mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sehingga dengan demikian tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil pembangunan. Selain itu, kelompok pedagang kaki lima mempunyai potensi yang cukup besar untuk memberikan kontribusi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di sektor penerimaan retribusi daerah seiring dengan kebutuhan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1992 terdapat 33,4 juta usaha kecil dan usaha rumah tangga. Jumlah ini merupakan 99,8% dari seluruh unit usaha kecil yang berjumlah 33,5 juta unit. Dilihat dari segi produktivitas rata-rata usaha kecil masih sangat rendah, pada tahun 1993 baru mencapai 3,7 juta/tahun. Hal ini mengakibatkan belum adanya keseimbangan antara produktivitas pengusaha kecil dengan golongan menengah ke atas. Menurut Syaifullah dalam Sumodiningrat dalam Surya (15 Juli 1997) mengatakan bahwa gambaran Usaha Kecil bila dikaji dari sudut ekonomi terjadi karena kapasitas produksi mereka kecil dan rendah. Rendahnya tingkat pendapatan riil yang diterima berakibat fatal pada produktivitas yang cenderung menurun. Data menunjukkan 61,7% dari produksi nasional dibentuk oleh 0,2% dari perusahaan skala sedang dan besar 98,8%, sementara usaha kecil hanya menyumbang 38,9% dari produksi nasional. Menurut Sethuriman (1986) dalam Riyadi dkk. (2000), berdasarkan survei yang dilakukan di negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia antara 20% sampai 70% kesempatan kerja diperoleh dari kegiatan informal. Bahkan untuk Indonesia berdasarkan data terakhir 56% dari tenaga kerja yang ada banyak terserap di daerah perkotaan. Salah satu sektor informal yang berada di daerah perkotaan adalah unit usaha yang dikembangkan oleh pedagang kaki lima.

Usaha perdagangan sektor informal pedagang kaki lima atau sering disebut PEGEL (pengusaha ekonomi golongan ekonomi lemah) sering dikatakan sebagai “sektor sampah” karena berkonotasi buangan bagi mereka yang gagal memasuki sektor formal, dan biasanya sektor ini berkaitan dengan kemiskinan dalam arti banyak diusahakan oleh golongan miskin (Hidayat, 1988). Pendapat lain mengatakan bahwa sektor informal ini muncul karena kurang siapnya daya dukung kota terhadap banyaknya tenaga kerja dari desa, sehingga mengakibatkan jumlah yang menganggur semakin meningkat. Pertambahan penduduk yang semakin pesat menyebabkan pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan, perumahan, transportasi, maupun fasilitas-fasilitas lain yang memadai, sehingga permasalahan tersebut akan mendorong mereka untuk menerima pekerjaan apa adanya walaupun dengan penghasilan yang tidak menentu yaitu di sektor informal (Manning dan Tadjudin, 1985). Berbagai ragam dan jenis usaha sektor informal, seperti pedagang kaki lima tampaknya merupakan jenis pekerjaan yang memegang peranan penting di perkotaan dan mempunyai ciri yang relatif khas. Kekhasannya tersebut dikarenakan usaha ini relatif paling mudah dimasuki dan sering kali berhadapan dengan kebijakan-kebijakan perkotaan.

Berdasarkan gambaran-gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa sektor informal meskipun banyak kekurangannya, namun keberadaannya diperlukan dan mampu berbicara banyak di dalam aspek perekonomian di perkotaan, di antaranya mampu memberikan mata pencarian beribu-ribu orang, sebagai distributor barang-barang yang berharga relatif murah, bahkan dari segi keamanan dapat berfungsi sebagai katub pengaman yang bisa membantu mengurangi tindak kriminal dengan memberikan kesibukan kerja. Lebih lanjut dari hasil studi dilakukan di Kenya menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang baik, keputusan-keputusan yang tepat, dari sektor informal ini dapat melahirkan seorang wiraswasta yang sukses dan tangguh (Hidayat, 1988). Saat ini pedagang kaki lima berkembang dengan pesatnya. Secara kuantitatif jumlahnya semakin hari semakin banyak, meskipun menghadapi era perdagangan modern. Namun yang menjadi permasalahan di sini adalah bagaimana meningkatkan kinerja usaha pedagang kaki lima.

Mengacu pada permasalahan tersebut, maka penelitian mengenai pemberdayaan sektor informal, yang berkaitan dengan studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pedagang kaki lima di Kota Yogyakarta penting untuk dilakukan. Kinerja sering juga disebut dengan prestasi kerja, unjuk kerja, atau performance. Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance. Jika karyawan tidak melakukan pekerjaannya, organisasi tersebut akhirnya akan mengalami kegagalan. Seperti juga perilaku manusia individu, dimana tingkat dan kualitas kinerja ditentukan oleh sejumlah variabel perseorangan dan lingkungan.

Menurut Robbins (1990) dalam Moeljono (2003) kinerja merupakan perilaku kerja yang ditampakkan oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu perusahaan dan dapat dijelaskan melalui sistem evaluasi kerja atau performance appraisal. Selanjutnya Benardin dan Russel (dalam Moeljono, 2003) menyatakan kinerja merupakan hasil keluaran yang dihasilkan pada fungsi atau aktivitas kerja tertentu selama periode tertentu. Hal ini berarti kinerja identik dengan hasil upaya dalam menjalankan tugasnya. Rendahnya kinerja usaha skala kecil dari hasil berbagai studi disebabkan karena kelemahan yang mendasar yang merupakan ciri pengusaha kecil di Indonesia yaitu lemahnya akses terhadap permodalan, keterampilan dan penguasaan teknologi yang masih rendah serta pengelolaan usaha yang rendah.

Untuk mencapai kinerja yang tinggi pedagang kaki lima dihadapkan pada persoalan tentang bagaimana memilih berbagai keputusan yang pada umumnya mereka mengambil keputusan dengan intuisi. Kemungkinan cara ini dapat berhasil namun sampai seberapa jauh keberhasilannya bila usaha semakin berkembang serta lingkungan semakin kompleks. Sehingga mau tidak mau pedagang kaki lima harus mulai mempertimbangkan suatu cara yang tepat dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan kinerja usaha yang tinggi. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja usaha pedagang kaki lima menjadi penting agar dapat memberikan rangsangan bagi faktor pendukung dan mengurangi faktor-faktor penghambat bagi keberhasilan usaha pedagang kaki lima.

Kota Yogyakarta sebagai obyek penelitian ini memiliki beberapa predikat, antara lain sebagai Kota Perjuangan, Kota Pelajar, Kota Budaya, dan Kota Wisata. Pedagang kaki lima di Yogyakarta adalah bagian dari tata hidup masyarakat yang ingin sejahtera. Pemerintah Yogjakarta sendiri tidak pernah berupaya mematikan usaha mereka. Namun perlu ada aturan penguasaan lahan antara pedagang, pemerintah dan masyarakat.

Komunikasi Pemasaran Global Sony Ericson dengan Pendekatan Kebudayaan

Komunikasi Pemasaran Global Sony Ericson dengan Pendekatan Kebudayaan 
Sebagai salah satu perusahaan internasional yang ternama, Sony Ericsson tidak terlepas dari usaha untuk selalu beradaptasi dengan kebudayaan (culture) dari wilayah di mana produk Sony Ericsson dipasarkan. Berdasarkan pendekatan budaya, dikenal dua jenis budaya berdasarkan pengaruh komunikasinya, yaitu high-context dan low-context cultures. Negara-negara yang menganut high-context cultures seperti Jepang, Indonesia, Korea, dan negara-negara di Asia pada umumnya. Sedangkan negara-negara yang menganut low-context cultures adalah Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan lain-lain. 

Pada makalah ini akan dibahas mengenai pendekatan yang dilakukan Sony Ericsson di negara yang dianggap mewakili dua budaya high dan low-context cultures tersebut. Seperti yang kita tahu bahwa Sony Ericsson memiliki keterkaitan yang erat dengan Jepang karena Sony sendiri merupakan brand yang identik dengan negara ini. Di Jepang, yang termasuk ke dalam high-context cultures, Sony Ericsson menggunakan pendekatan yang sifatnya lebih polychronic. Hal ini bisa dilihat dalam cara Sony Ericsson Jepang menyediakan informasi seputar produknya, yang salah satunya adalah melalui website resmi Sony Ericsson Jepang. Dalam tampilannya, website resmi Sony Ericsson Jepang dan Amerika Serikat sangatlah berbeda, terutama dari display atau tampilannya. Dalam website resmi Sony Ericsson Jepang, yang terlihat sangat menonjol adalah tampilan visual produk dibandingkan dengan kata-kata. Hal ini karena salah satu bentuk budaya polychronic adalah adanya bentuk komunikasi yang lebih bersifat indirect. 

Berbeda dengan website resmi Jepang, website resmi Sony Ericsson low-context cultures misalnya Amerika lebih bersifat langsung (direct), di mana tampilan visualnya tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan tampilan informasi yang disusun dalam bentuk pointers. Kedua hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang jelas dalam melakukan pendekatan budaya. Yang dimaksud dengan komunikasi langsung (direct) dalam monochronic adalah di mana komunikasi yang terjalin sifatnya tidak bertele-tele karena dalam budaya ini waktu adalah hal yang berharga. 

Hal ini mempengaruhi perusahaan dalam melakukan pendekatan marketing terhadap customernya. Karena itulah, Sony Ericsson membuat tampilan yang lebih sederhana dalam visual, namun lengkap dari segi informasi karena bagi masyarakat dalam budaya monocronic tidaklah penting siapa yang menyampaikan informasi, tetapi yang lebih penting adalah isi dari informasi itu sendiri. Sedangkan untuk website resmi Sony Ericsson Jepang, segi visual lebih ditonjolkan karena dalam budaya polychronic komunikasi yang bersifat tidak langsung merupakan pilihan utama. Selain itu, bahasa non-verbal juga lebih dipilih. Karena itu tampilan visual dengan tidak terlalu banyak kata-kata menjadi pilihan dalam website ini. Selain itu, tampilan dengan visual yang menonjol juga memberikan penekanan yang lebih kepada gaya hidup dan terkesan tidak terlalu ’menjual’ atau mendorong orang secara langsung dengan kata-kata yang persuasif.

Komunikasi Pemasaran Global Sony Ericson

Komunikasi Pemasaran Global Sony Ericson
Beberapa strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan Sony Ericsson adalah :

1. Driven By Global Forces. 
Sony Ericsson merubah komunikasi pemasarannya berdasarkan dorongan global. Teknologi, budaya, dan lifestyle menjadi pendorong bagi Sony Ericsson untuk melakukan positioning. 

2. Requires Evaluative Measurements Mechanism
Sony Ericsson akan meningkatkan investasi untuk bagian research untuk mencapai perkembangan yang lebih baik. Annual Report dilakukan setiap tahun. Tiap tahunnya terdapat evaluasi yang dibagi menjadi 4 quarter yaitu tiap 3 bulan sekali.

3. Represents a Dualistic Formula-Corporate and Brand
Sony Ericsson selalu menyertakan 2 sisi penting dalam setiap kali beriklan atau berpromosi yaitu corporate dan Brand. Sudah menjadi satu kesatuan Sony ericsson sebagai corporate dan Brand. SE meyakinkan seluruh stakeholder yang ada bahwa kinerja SE sebagai perusahaan atau corporate itu kredibel. Di mata konsumen, SE meyakinkan image dan kemampuan SE sebagai Brand untuk mengaktifkan lifestyle.

Strategi yang digunakan oleh Sony Ericsson ini seringkali disebut sebagai konsep trade marketing, di mana segala informasi dari setiap toko yang ada di database bisa diketahui. Misalnya, lokasi toko, nama pemilik, jenis produk yang dijual, program yang diikuti, dan segala sesuatu yang perlu diketahui untuk membina hubungan. Bahkan, seperti halnya fungsi CRM (Customer Relationship Management), trade marketing bisa memonitor seberapa sering pelanggan (pedagang) membeli, kapan melakukan transaksi terakhir dan berapa besar transaksinya. Tak mengherankan, dari sini bisa diketahui aktivitas mereka sehingga pihak Sony Ericsson bisa menentukan bagaimana memperlakukan peritel yang berprestasi. Dengan begitu Sony Ericsson dapat menyentuh sisi emosional dari peritel itu, sehingga hubungan yang tercipta tidak terbatas pada rupiah semata. Sebagai contoh, Sony Ericsson selalu memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada pemilik toko, lewat karangan bunga, kue, ataupun hanya kartu. Walau dari sisi harga tidaklah seberapa, namun perhatian yang diberikan Sony Ericsson tersebut memiliki nilai lebih bagi mitranya. Para front liner pun tidak luput dari perhatian Sony Ericsson. Bagi mereka yang bisa menjual sejumlah ponsel Sony Ericsson akan mendapat reward seperti voucher makan di restoran siap saji. Sebenarnya vendor ponsel lain juga menawarkan hal yang serupa, namun menurut para peritel tersebut (Artikel dimuat di Majalah SWA edisi 02/2007, 18 Januari 2007) hadiah yang ditawarkan oleh Sony Ericsson lebih menarik, seperti alat-alat elektronik dan bahkan liburan keluar negeri. 

Hal lain yang juga dilakukan Sony Ericsson untuk memajukan bisnis ritel yang merupakan bagian dari pemasaran mereka adalah dengan cara mem”branding’’ ritel-ritel tersebut dengan identitas Sony Ericsson. Di antaranya adalah dengan menempelkan brosur, sign board, memberikan seragam, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk menekankan keberadaan point-of-purchase dari ritel-ritel ini di berbagai pusat perbelanjaan. Dengan adanya branding seperti ini, peritel yang memiliki spesifikasi menjual berbagai produk dari Sony Ericsson dapat lebih menonjol dibandingkan dengan peritel lainnya.

4. Represents long-term strutural changes
Sony Ericsson sebagai brand dan perusahaan sangat memperhatikan hal yang bersifat jangka panjang. Segala visi Sony Ericsson ditentukan untuk masa depan, dalam jangka waktu yang lama. Baik dari sisi management, innovation of product, marketing communication dimulai dengan visi masa depan ini. SE mentargetkan masuk 3 besar market leader di pasar mobile communication.

5. Brings below the line activities toward greater, more strategic interactions
Sony Ericsson memunyai implementasi IMC yang bersifat below the line yaitu website dan sponsorship WTA Tour (turnamen tennis dunia) dan Empire (pemilihan the best scene). 

Secara tahap yang lebih detail Sony Ericsson melakukan apa yang disebut dengan Stages in IMC Development yaitu (1)Tactical Coordination, (2) Redefining the Scope of Marketing Communication, (3) Application of Information Technology, dan (4) Financial and Strategic Integration.

Tahap pertama, Sony Ericson fokus dengan ide one sight, one sound, yaitu pembentukan Brand name yang kuat pada khalayak. Pada tahap ini, Sony ericsson melakukan elemen promotional (iklan, sales promotion, internet, marketing public relation) guna membentuk eksplore yang tinggi terhadap Brand. 

Tahap kedua, Sony Ericson memakai metode outside-in, yaitu memperhatikan perilaku konsumen dan memasukkannya sebagai consumer insight dalam pembuatan produknya. Akhirnya, Sony Ericsson menciptakan 4 varian produk, yang ternyata mencerminkan 4 klasifikasi pengguna ponsel. Selain itu, model-model Sony Ericson berbeda dengan Ericson jaman dulu, sekarang Sony Ericson lebih stylish-dibantu oleh Sony.

Tahap ketiga, di mana Sony Ericson mengunakan data untuk mengidentifikasi dan menilai bagaimana implikasi dari IMC yang telah dilakukan. 

Tahap keempat, Sony Ericson melihat perlunya suatu tindakan investasi yang mungkin tidak secara langsung akan kembali, tetapi yang pasti akan dituai di masa depan. Wujudnya, Sony Ericson melakukan sponsorship, yaitu menjadi Women Tennis Association [WTA] Tour ’s worldwide title sponsor in a landmark dengan deal sebesar 88 million (6 tahun kontrak, merupakan sponsorship terbesar dalam sejarah pertandingan tenis wanita). Ini merupakan ajang pertandingan tenis perempuan yang diikuti oleh1,300 peserta yang mewakili 76 negara (2006). Dengan melakukan sponsorship ini, tidak hanya dapat dilihat oleh seluruh penonton tenis di dunia, tetapi juga menambahkan value of prestigious (nilai prestise terhadap Brand). Hal tersebut mungkin tidak langsung menarik banyak konsumen, tetapi yang pasti investasi jangka panjangnya lebih bernilai.

Periklananan Penetapan Merk Dagang Global

Periklananan Penetapan Merk Dagang Global
Menurut Keegan (2003:139) periklanan dapat didefenisikan sebagai komunikasi yang disponsori, yang ditempatkan dalam media massa dengan bayaran tertentu. Periklanan memainkan peran komunikasi yang lebih penting dalam pemasaran produk konsumen ketimbang produk industri. 

Adapun Periklanan global adalah pengalihan imbauan periklanan, pesan, seni, naskah, foto, cerita, dan potongan video serta film dan suatu negara ke negara lain. Kemampuan untuk mengalihkan dengan berhasil di seluruh dunia merupakan keunggulan penting bagi perusahaan global.

Kegagalan periklanan global tidak selalu disebabkan oleh perbedaan budaya atau pengalaman pelanggan di antara penduduk di seluruh dunia. Sebaliknya, kegagalan itu sering kali karena orang yang melaksanakan global secara lokal menunjukkan penolakan terhadap global, bahkan sebelum mutu atau efektavitas pasar dipertimbangkan. Potensi periklanan global yang efektif meningkat dengan munculnya konsep baru seperti budaya produk. Dewasa ini batasan didasarkan pada demografi global-budaya remaja, misalnya, bukan lagi pada etnik atau budaya suatu bangsa. Kita tidak lagi memikirkan budaya etnik, melainkan budaya produk. (Keegan, 203: 140)

Keunggulan dari penetapan merek global termasuk efisiensi dalam periklanan disamping perbaikan akses ada saluran distribusi. Dalam analisis akhir, keputusan apakah akan menggunakan global atau lokal tergantung pada pengenalan tukar tambah yang terlibat oleh manajer. Sebaliknya, global akan memberikan manfaat besar berupa penghematan biaya dan naiknya pengendalian di samping pengungkitan daya kreatif potensial dari imbauan global. Sebaliknya, lokal mempunyai keunggulan imbauan yang ditujukan pada sifat-sifat paling penting dari produk di setiap budaya. (Keegan, 2003:141).

Dalam survei yang sama, kebanyakan eksekutif mengatakan bahwa mereka tidak percaya bahwa presentasi kreatif dapat tersebar dengan baik. Penghalangnya adalah hambatan budaya, hambatan komunikasi, masalah peraturan (misalnya, di Perancis anak-anak tidak boleh dipergunakan untuk produk barang dagangan), posisi persaingan (strategi perikianan dan merek atau produk yang menjadi pemimpin pasar biasanya jauh berbeda dan merek yang kurang terkenal), dari masalah pelaksanaan. Ini benar-benar merupakan hambatan, tetapi terdapat alasan kuat untuk mencoba membuat global yang efektif. Melakukan hal itu berarti perusahaan dipaksa menemukan pemasar global untuk produknya. Perusahaan pertama yang menemukan pasar global untuk produk apa pun selalu mempunyai keunggulan dibandingkan perusahaan yang datang belakangan. Pencarian periklanan global dapat menjadi ujung tombak pencarian strategi global yang berkaitan. Pencarian seperti itu haruss menyatukan orang-orang yang terlibat dengan produk tadi, sehingga mereka dapat berbagi informasi dan pengalaman. global menjadi bukti keyakinan di pihak beberapa pemasang ikian bahwa tema yang disatukan tidak hanya membangkitkan penjualan jangka pendek tetapi juga membantu membina identitas produk jangka panjang dan penghematan signifikan yang lain dalam biaya produksi. (Keegan, 2003:141).

Komunikasi Pemasaran Global

Komunikasi Pemasaran Global
Sebuah organisasi harus mengadaptasikan pesan eksternalnya agar bisa sesuai dengan kondisi negara lokal atau regional. Kebijakan standarisasi sukar dituntaskan karena menyangkut pertimbangan strategik dan kemampuan memahami lingkungan global secara komprehensip. Di satu sisi kebijakan standarisasi memungkinkan penghematan biaya yang cukup signifikan, konsistensi pesan dalam pasar global, efektivitas komunikasi, kohesi dan identitas organsasi. Masing-masing merek perusahaan harus memiliki kepribadian merek yang kuat sehingga berhasil menciptakan identifikasi global dan nilai merek superior yang mampu melintasi berbagai budaya yang berbeda. 

Para pendukung standardisasi percaya bahwa era desa global sudah mendekat dengan cepat, dan bahwa selera dan preferensi semakin menyatu. Menurut argumen standardisasi, karena orang di mana pun menginginkan produk yang sama dengan alasan yang sama, perusahaan dapat mencapai efisiensi tinggi dengan menyamakan perikianan di seluruh dunia. Pengiklan yang mengikuti pendekatan terlokasi tidak percaya akan argumen “desa global”. Sebaliknya, mereka menegaskan bahwa konsumen masih tetap berbeda dan negara yang satu ke negana yang lain dan hams dicapai dengan perikianan yang disesuaikan dengan negara yang bersangkutan. Orang yang mendukung lokalisasi mengatakan bahwa kebanyakan tindakan konyol diakibatkan pemasang ikian gagal untuk memahami dan menyesuaikan pada budaya asing.

Pendapat yang mendukung strategi adaptasi pesan agar bisa memenuhi kebutahan lokal atau regional tertentu didasarkan pada beberapa argumen berikut:
  • Kebutuhan konsumen berbeda-beda dan bervariasi intensitasnya. Asumsi bahwa stimulasi iklan tertentu yang memiliki daya tarik universal cenderung tidak realistis. Hampir tidak mungkin bahwa konsumen di berbagai negara memiliki pengetahuan dan potensi yang sama sehingga mereka memproses informasi dengan cara yang baku atau memahami dan mempersepsikan stimulasi pemasaran dengan makna yang sama. Oleh sebab itu, gagasan konsep pesan yang dirancang secara terpusat besar kemungkinannya tidak sesuai dengna pasar lokal.
  • Infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung penyampaian pesan standar sangat bervariasi, baik antar negara maupun antar daerah dalam negara yang sama.
  • Tingkat pendidikan antar negara berbeda-beda. ini berarti bahwa kemampuan konsumen untuk memberikan makna pada pesan yang diterima juga berbeda-beda. Demikian pula kemampuan untuk memproses informasi juga beraneka ragam, sehingga kompleksitas isi pesan harus ditekan serendah mungkin agar penyampaian informasi secara universal bisa sukses.
  • Tingkat dan cara pengendalian terhadap komunikasi pemasaran di setiap negara merupakan refleksi dari kondisi ekonomi, budaya, dan politik setempat. Keseimbangan antara voluntary controls melalui self-regulation dan pengendalian pemerintah melalui peraturan merupakan cerminan dari tingkat kematangan ekonomi dan politik negara bersangkutan. Ini berarti bahwa apa yang dianggap sebagai aktivitas komunikasi pemasaran yang bisa diterima di suatu negara mungkin saja tidak boleh di negara lain.
  • Manajemen lokal terhadap implementasi pesan standar yang ditentukan secara terpusat sangat mungkin tidak efektif karena kurangnya rasa kepemilikan atas pesan bersangkutan. Pesan yang dirancang oleh perancang lokal untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal cenderung mendapatkan dukungan dan motivasi yang lebih besar.
Sementara itu, altenatif strategi standarisasi pasar juga didukung sejumlah argumen, diantaranya:
  • Meskipun secara geografis tersebar, konsumen berbagai kategori produk memiliki sejumlah karakteristik serupa. Hal ini didukung dengan berbagai tipologi psikografis yang telah dikembangkan oleh beberapa agen periklanan untuk para kliennya. Selama citra dan proposisi merek sanggup memberikan makna universal, tidak perlu dirancang pesan merek dalam jumlah besar.
  • Banyak kampanye iklan yang dirancang secara lokal rendah kualitasnya, karena kurangnya sumber daya lokal, pengalaman dan keahlian. Oleh sebab itu, lebih baik mengendalikan proses total dan menciptakan keunggulan komperatif.
  • Karena media, teknologi dan travel internasional berdampak pada banyak orang, maka pesan standar untuk penawaran tertentu bisa mendukung terciptanya citra merek yang kuat.
  • Seperti halnya manajemen lokal yang lebih menyukai kampanye lokal, maka manajemen pusat juga menyukai kemudahan implementasinya dan pengendalian kampanye standar. Ini memungkinkan manajer lokal untuk berkonsentrasi pada manajemen kampanye iklan dan terbebas dari tanggung jawab merancang gagasan kreatif dan hal lain yang terkait dengan agen periklanan lokal.
  • Standarisasi pesan pemasaran memungkinkan tercitanya skala prduksi pesan pengemasan, media buying, dan perancangan serta produksi pesan iklan. Di samping itu, prospek konsistensi pesan dan kampanye yang terintegrsi secara horizontal antar negara juga sangat menjanjikan. Pada gilirannya, skala ekonomis yang tercipta bisa meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Meskipun strategi standarisasi dan adaptasi pesan memiliki argumen yang masing-masing sama kuatnya, dalam praktik jarang ada perusahaan yang menerapkan adaptasi total maupun standarisasi total. Sebaliknya mayoritas perusahaan lebih memilih pendekatan kontingensi.

Organisasi menyusun pesan standar secara terpusat, namun untuk memberikan kebebasan pada para manajer di negara tujuan pemasaran untuk mengadaptasinya agar bisa memenuhi kebutuhan budaya setempat dengan cara menyesuaikan bahasa dan komponen media lainnya. Ini berarti ada unsur standarisasi dan ada pula unsur adaptasi.

Konsep Promosi Penjualan (Sales Promotion)

Konsep Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Sasaran utama seorang manajer pemasaran adalah menciptakan dan memelihara bauran pemasaran yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumen akan sebuah tipe produk umum. Sebagai bagian dari bauran ini, promosi melibatkan pemberian informasi kepada individu, kelompok, atau organisasi tentang sebuah produk atau jasa dan mengajak mereka untuk menerima produk dan jasa ini. Bauran promosi merujuk pada aspek-aspek komunikasi dari pemasaran, periklanan, penjualan pribadi, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat. Para pemasar berupaya mendapatkan bauran promosi yang tepat guna memastikan bahwa sebuah produk diterima dengan baik.

Menurut Julian Cummins dan Roddy (2004 : 4-6) terdapat enam alasan utama untuk perkembangan promosi penjualan yang sangat luas dan alasan bagi para manajer untuk menyatakan bahwa promosi sangat penting dalam membangun hubungan dengan pelanggan :
  1. Perusahaan makin lama bekerja makin baik. Promosi penjualan menawarkan pemutus rantai (chain breaker) di pasar yang sebagian besar produk yang ditawarkannya sempurna. 
  2. Pelanggan mencari kelebihan dari merek yang mereka beli. Promosi penjualan menawarkan sesuatu yang baru, kegembiraan dan humor di tempat pembelian. 
  3. Tekanan untuk memperoleh hasil dalam jangka pendek makin meningkat. 
  4. Pemirsa TV terfragmentasi sejalan dengan meningkatnya jumlah saluran acara sehingga untuk mencapai kelompok pemirsa tertentu menjadi makin mahal. 
  5. Makin banyaknya merek dan produk yang saling bersaing membuat orang menutup mata dari pesan iklan yang diarahkan ke mereka. 
  6. Riset iklan menunjukkan bagwa pengaruh penjualan dari iklan TV selama periode empat minggu adalah dua sampai tujug kali lebih besar apabila berbarengan dengan promosi. 
Salah satu bentuk bauran promosi adalah promosi penjualan. Promosi penjualan adalah sebuah kegiatan atau materi (atau keduanya) yang bertindak sebagai ajakan, memberikan nilai tambah atau insentif untuk membeli produk, kepada para pengecer, penjualan atau konsumen. (Lee dan Johnson: 1999 : 331) Intinya Promosi penjualan secara efektif dapat memikat para konsumen. Hal ini merangsang para produsen dan pedagang eceran serta konsumen untuk membeli suatu produk dan mendorong tenaga penjual agar agresif menjual produk tersebut.

Selanjutnya Kotler dan Armstrong (2006 : 441) mengatakan bahwa Sales Promotion consists of short-term incentives to encourage purchase or sales of product or service. Defini menjelaskan bahwa Promosi Penjualan berkaitan dengan Insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan dari suatu produk atau jasa. Insentif ini berkaitan dengan imbalan, apakah itu berkaitan dengan pengembalian uang dalam bentuk diskon, jaminan atau dapat berupa sample produk dan sebagainya.

Ungkapan serupa dikemukakan oleh Totten & Block (1994) dalam Ndubisi (2007) stated that the term sales promotion re fers to many kinds of selling incentives and techniques in tended to produce immediate or short-term sales ef fects. Promosi penjualan berkaitan dengan insentif pembelian berupa imbalan kepada konsumen yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan yang bersifat jangka pendek.

Selanjutnya Lovelock dan Wirtz (2004 : 138) Sales promotion for service firms may take such forms as samples, coupons and other discounts, gift,sign-uprebates, and prize promotions. Artinya sales promotion yang dikemukakan di atas lebih menekankan pada jasa bukan barang. Jasa dalam hal ini berkaitan dengan pelayanan yang doberikan suatu perusahaan pada konsumen yang membeli.

Menurut Wikibooks' mengemukakan Sales promotion describes promotional methods using special short-term techniques to persuade members of a target market to respond or undertake certain activity. Intinya menawarkan sesuatu yang bernilai dan mengharapkan suatu respon yang baik dari konsumen yaitu dengan adanya suatu pembelian yang dapat menguntungkan perusahaan.

Promosi Penjualan (Sales Promotion) adalah upaya pemasaran untuk mendorong calon pembeli agar membeli lebih banyak dan lebih sering (Cummins dan Mullin, 2004 : 1) Intinya promosi penjualan adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk membangun hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan dalam jangka panjang, 

Definisi lain diungkapkan oleh Marbun Promosi Penjualan (Sales Promotion) adalah cara yang digunakan perusahaan bersama-sama dengan bauran pemasaran yang lain (iklan, penjualan perorangan dan lain-lain) untuk meningkatkan penjualan produk-produk mereka. (Marbun , 2003 : 294)

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa promosi penjualan merujuk pada penggunaan suatu insentif oleh satu produsen atau penyedia jasa untuk membujuk bisnis-bisnis perdagangan (para pedagang grosir dan eceran) dan atau para konsumen untuk membeli satu merek dan mendorong tenaga penjual gencar menjual produk tersebut.

Alat Promosi Penjualan
Menurut Kotler dan Amstrong (2006 : 442-445) alat promosi penjualan terbagi menjadi tiga bagian :
  • Consumer Promotion Tools include coupons, cash refunds, price packs, premiums, advertising specialties, patronage rewards, points-of-purchase displays and demonstrations and contests, sweeptakes and games.
  • Trade Promotion Tools include discount and allowance
  • Business Promotion Tools are used to generate business leads, stimulate purchases, reward customers and motivate salespeople.
Sedangkan menurut menurut Lovelock dan Wirtz (2004 : 135) Sales promotion for service firms may take such forms as samples, coupons and other discounts, gift,sign-up rebates, and prize promotions. Sampel disini adalah upaya konsumen merasakan produk atau jasa secara gratis dengan harga miring. Kupon adalah sebuah sertifikat dengan nilai tertulis tertentu yang ditunjukkan kepada toko pengecer guna mendapatkan pengurangan harga produk tertentu selama periode waktu tertentu. Gifts/hadiah merupakan barang yang ditawarkan gratis atau dengan harga miring sebagai insentif karena membeli suatu produk. Sedangkan Sign-up Rebates adalah Tawaran untuk mengembalikan sebagian uang pembelian suatu produk kepada konsumen. Prize Promotion yaitu Promosi yang menawarkan penurunan harga. Intinya alat promosi penjualan menitikberatkan pada 6 (enam) item. 

Alat promosi lainnya diungkapkan Totten & Block (1994) dalam Ndubisi (2007) Typical sales promotion includes coupons, samples, in-pack premiums, price-offs, displays, and soon. Kupon adalah sertifikat dengan nilai tertulis tertentu yang ditunjukkan kepada took pengecer guna mendapatkan pengurangan harga. Sampel adalah pemberian atau contoh produk yang diberikan kepada konsumen untuk dicoba. In-pack premiums adalah sebuah benda yang ditawarkan gratis atau dengan harga miring. Display adalah pajangan harga barang. Pendapat ini lebih menekankan pada 5 (lima) aspek promosi penjualan.

Keterkaitan Promosi Penjualan dengan Impulse Buying
Promosi penjualan adalah sebuah kegiatan yang bersifat ajakan, memberikan nilai tambah atau insentif untuk membeli produk, kepada pengecer, penjual, atau konsumen. Hal ini berarti promosi penjualan berorientasi pada konsumen yang diarahkan pada pengguna akhir sebuah barang dan jasa. Kekuatan-kekuatan utama dari promosi penjualan berorientasi konsumen adalah keseragaman dan fleksibilitasnya. 

Keadaan ini mengakibatkan suatu konsumen mempunyai satu motif pembelian, yang dipandang sebagai kebutuhan yang timbul, rangsangan, atau gairah. Motif ini berlaku sebagai kekuatan yang merangsang tingkah laku yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan yang timbul. Intinya promosi penjualan dapat mengakibatkan terjadinya pengambilan keputusan yang salah satunya adalah bersifat emosional.

Hal ini dilandasi oleh pendapat Lovelock dan Wirtz (2004 : 138)Typically the objective is to accelerate the purchasing decision or motive customers to use a specific service sooner, in greater volume with each purchase, or more frequently (Lovelock dan Wirtz, 2004 : 138) Intinya promosi penjualan (sales promotion) mempunyai tujuan memotivasi konsumen untuk membeli, artinya adanya perilaku konsumen dalam membeli yang melibatkan emosi bagi si pembelinya. Emosi ini timbul karena adanya daya tarik atas sentimen atau gairah tertentu. Kondisi ini timbul karena adanya desakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cepat.

Hal senada diungkapkan oleh Cummins dan Mullin (2004 : 41-44) mengatakan salah satu tujuan dari promosi penjualan adalah menciptakan ketertarikan dan mengalihkan perhatian dari harga. Intinya ketertarikan itu akan menimbulkan gairah atau antusiasme pembeli untuk membeli suatu produk dan tetap membeli kepada toko yang bersangkutan. Mengalihkan perhatian dari harga berkaitan dengan adanya perang harga diantaranya variasi harga, promosi kolektor harga, dan membuat perbandingan harga yang tidak langsung. Promosi terhadap nilai yang menciptakan ketertarikan dan mengakibatkan pembelian tidak terencana (impulse buying)

Selanjutnya David S Simatupang (Marketing, 2007) mengatakan bahwa Tujuan dari promosi penjualan adalah meningkatkan volume penjualan jangka pendek dengan menciptakan tampilan dan aktivitas yang menarik untuk mendorong impulse buying. Tampilan ini menimbulkan suatu kegairahan untuk membeli atau merupakan suatu rangsangan tingkah laku untuk memuaskan kebutuhan hidup.

Pengertian Dan Karakteristik Pemasaran Jasa

Pengertian Dan Karakteristik Pemasaran Jasa 
Pemasaran merupakan hal yang sangat mendasar yang tidak dapat dianggap sebagai fungsi tersendiri. Istilah pasar yaitu terdiri dari semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu serta mau dan mampu turut dalam pertukaran untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan itu. Besarnya pasar tergantung dari jumlah orang yang memiliki kebutuhan, punya sumber daya yang diminati orang lain, dan mau menawarkan sumber daya itu untuk ditukar supaya dapat memenuhi kebutuhan mereka. 

Kotler (1995: 15) mendifinisikan bahwa pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang/ jasa dan gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan kelompok sasaran yang memenuhi tujuan pelanggan dan organisasi. Dengan demikian manajemen pemasaran adalah proses yang mencakup analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang mencakup barang/ jasa serta gagasan berdasarkan pertukaran dan tujuannya dengan memberikan kepuasan bagi pihak yang terlibat. 

Namun demikian secara khusus pemasaran jasa (service marketing) tidak sama dengan pemasaran produk. Karena pada jasa setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Disamping itu proses produksi jasa tidak selalu dikaitkan dengan produksi fisik.

Dengan demikian manajemen pemasaran olahraga dapat didefinisikan suatu proses analisis perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian tentang; produk/ jasa, harga, promosi, distribusi/ penyampaian, fasilitas fisik, orang, proses, dan janji yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan individu atau organisasi.

Karakteristik Jasa
Sebelum mengetahui karakteristik jasa terlebih dahulu kita ketahui apa perbedaan antara “Barang” dan “Jasa”. Menurut Lovelock (1991: 7-8) terdapat tujuh hal yang membedakan pemasaran barang dan jasa, meliputi:
1. Nature of the product, yaitu produk digambarkan sebuah obyek, alat, atau benda, sedang jasa adalah perbuatan, penampilan atau usaha.
2. Greater involvement of customer, yaitu konsumen aktif terlibat dalam proses produksi misalnya: a) konsumen mengambil/ mengembalikan barang sendiri, b) saat pijat konsumen memberikan informasi daerah yang sakit atau yang enak.
3. People as part of the product, yaitu konsumen terlibat dalam produksi penggunaan jasa dan tidak hanya berhubungan dengan instruktur, pelatih, atau tukang pijat, tetapi dengan orang lain (konsultan, dokter olahraga dan lain-lain). 
4. Greater difficults in maintaining quality control standart, yaitu pada jasa sulit distandarisasikan, tetapi pada barang dapat distandarisasi.
5. Absense of inventories, yaitu jasa merupakan performance yang tidak dapat disimpan seperti barang.
6. Importance of time factor, yaitu faktor waktu untuk jasa sangat penting, misalnya konsumen diberitahu berapa lama untuk menunggu sampai jasa dapat dinikmati. Hal ini berbeda dengan barang yang mempunyai stok persediaan.
7. Different distribution channel, yaitu pada jasa saluran distribusi bervariasi misalnya dengan saluran elektronik, adapun pada barang distribusi mengggunakan saluran fisik.

Adapun Stanton William. J (1991: 220) mendifinisikan tersendiri bahwa pada hakekatnya jasa bersifat tak teraba (intangible), yang merupakan pemenuhan kebutuhan, dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain. Untuk menghasilkan jasa tersebut mungkin perlu atau tidak perlu menggunakan benda nyata (tangible).

Jasa merupakan suatu aktifitas atau penampilan yang bersifat tidak nyata yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Menurut Sucherly (1999: 4) ada empat karakteristik pokok pada jasa yang membedakan dengan barang, meliputi :
1. Intangibility (tak berwujud) yaitu jasa mempunyai sifat tak berwujud yang tidak bisa dilihat, diraba, didengar atau dicium sebelum kita membeli. Contoh: kepelatihan olahraga, sport massage, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
2. Inseparability (tak dapat dipisahkan) yaitu jasa pada umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Barang pada umumnya diproduksi, ditempatkan di gudang, dan kemudian dikonsumsi. 
3. Variability (berubah-ubah) yaitu jasa tidak dapat distandarisasi sehingga bentuk, kualitas, dan jenisnya tergantung pada siapa yang menghasilkan, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Hasil latihan pencak silat kemarin tidak sama dengan hari ini meskipun materinya sama. Pada barang mempunyai ukuran, dan berat yang standart misalnya bola, lembing, sepatu, dan lain-lain.
4. Perishability (daya tahan) yaitu jasa tidak dapat disimpan, artinya permintaan konsumen yang melebihi kapasitas tempat latihan olahraga tidak dapat disimpan pada hari itu juga. Konsumen yang ingin terapi olahraga karena sakit pada hari ini, tidak bisa ditunda pada hari yang lain. Sedang kelebihan produksi barang dapat disimpan di dalam gudang. 

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sifat khusus pemasaran jasa olahraga adalah :
1. Produk lebih bersifat kinerja/ tampilan
2. Pelanggan/ atlet/ member terlibat dalam proses operasi jasa
3. Orang merupakan bagian dari jasa
4. Kualitas jasa sulit distandarisasi (pelayanan antara pelanggan tidak bisa sama)
5. Tidak dapat dibentuk persediaan (stok produk)
6. Waktu menjadi faktor penting
7. Distribusi/ penyampaian jasa sangat bervariasi

Sesuai dengan tujuan manajemen jasa yaitu untuk mencapai tingkat kualitas jasa pelayanan, dalam hal ini erat hubungannnya dengan tingkat kepuasan pelanggan. Karena sulitnya pelayanan kualitas jasa, maka perlu strategi dalam konsep manajemen pemasaran jasa seperti yang dikemukakan Yuyus Suryana (1999: 3-4) adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan suatu strategi pelayanan
Yaitu strategi tingkat keunggulan yang dijanjikan kepada pelanggan. Hal ini meliputi; bidang usaha apa yang berhubungan dengan olahraga, siapa calon pelanggannya, dan apa yang dibutuhkan pelanggan.

2. Mengkomunikasikan kualitas pada pelanggan
Yaitu menginformasikan kepada pelanggan sehingga mengetahui dengan jelas tingkat pelayanan yang akan diperoleh, antara lain ruang tunggu, peralatan yang modern, pemeriksaan kesehatan yang berkala dan lain-lain. 

3. Menetapkan suatu standart yang jelas dan terukur 
Walaupun pada jasa sulit untuk menetapkan standar, tetapi perlu diusahakan sehingga bagi pelanggan akan jelas mengenai tingkat kualitas yang akan dicapai.

4. Menetapkan sistem pelayanan yang efektif pada pelanggan 
Yaitu memberikan suatu sistem, metode, dan prosedur yang efektif untuk memenuhi kebutuhan pelanggan secara tepat. 

5. Karyawan yang berorientasi pada kualitas pelayanan 
Yaitu instruktur, pelatih, atau tukang pijat yang berkualitas dan bersertifikat serta mengetahui dengan jelas standar kualitas pelayan.

6. Survai tentang kepuasan dan kebutuhan pelanggan 
Yaitu instansi/ perusahaan selalu melakukan survey secara periodik dan sistimatis sehingga dapat mengetahui tentang kepuasan pelanggan dan kebutuhannya yang selalu berubah-ubah.

Sejarah Timbulnya Pemasaran Dan Tahap Perkembangan Perekonomian

Sejarah Timbulnya Pemasaran Dan Tahap Perkembangan Perekonomian
Sejarah perkembangan pemasaran dicerminkan oleh sejarah perkembangan perekonomian pada umumnya, karena pemasaran merupakan bagian dari perekonomian dan ini berarti perkembangan pemasaran sekaligus juga menggambarkan perkembangan kondisi perekonomian.

Menurut Philip Koetler ada delapan tahap perkembangan perekonomian yang juga menggambarkan perkembangan pemasasaran. Adapun kedelapan tahap yang dimaksud adalah :

1. Tahap Ekonomi Swadaya atau Sendiri
Pada tahap ini individu dan atau masyarakat bila akan memenuhi setiap kebutuhan hidupnya melakukan usaha secara mandiri seperti memancing, berburu bercocok tanam dan sebagainya. Pada tahap ini belum terjadi proses pertukanan, ini berarti belum terjadi pemasaran.

2. Tahap Ekonomi Famili
Pada tahap kedua ini individu dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dilakukan secara bersama-sama dengan keluarganya, sehingga antar mereka saling bantu-membantu. Pada tahap ini juga belum terjadi proses pertukaran atau belum terjadi pemasaran.

3. Tahap Barter Sederhana
Pada tahap ini menggambarka kondisi masyarakat yang terdiri dari berbagai suku/kelompok yang lokasinya dapat berbeda dan merekan sekali sekali terjadi /melakukan pertemuanm baik disengaja maupun tanpa direncanakan, mereka umumnya membawa barang-barang yang berasal dari daerah masing-masing dan mereka saling tertarik untuk melakukan pertukaran, maka terjadilah barter (pertukaran) yang sifatnya masih sangat sederhana. Pada kondisi inilah mulai lahir apa yang dimaksud dengan pemasaran.

4. Tahap Pasar Lokal
Kondisi di tahap sebelumnya (barter sederhana) mengalami perkembangan yang pesat berupa ditetapkanya(disepakatinya) tempat tersebut untuk dijadikan tempat pertemuan yang rutin (terus menerus) namun pada masing daerah tertentu. Umumnya pertemuan tersebut disepakati dua atau satu kali dalam satu minggu tergantung pada kesepakatan mereka. Namun pada pasar lokal inipun masing melakukan pertukaran barang dengan barang (barter).

5. Tahap Ekonomi Uang
Tahap ini merupakan tahap yang berusaha untuk mengurangi kelemahan yang ada pada tahap sebelumnya yang melakukan transaksi secara barter seperti mamakan waktu yang lama dan tidak semua orang kemauannya sama untuk mau saling tukar menukar barangnya. Oleh karenanya dicarikan suatu benda/alat yang dapat digunakan untuk dapat mempermudah proses pertukaran yaoitu berupa mata uang, seperti benda-benda yang dianggap memiliki mu’jizat, kemudian berkembang berupa batu-batuan, perunggu, perak dan emas. Pada kondisi ini aktivitas pemasaran semakin berkembang.

6. Tahap Kapitaslisme Muda
Pada tahap ini kondisi masayarakat ditandai oleh adanya pengelompokan masyarakat menjadi golongan yang kuat seperti tuan tanah, kaum ningrat, kaum borjuis, yang umumnya menguasai perekonomian dan selalu berusaha menumpuk kekayaan (kapital). Kelompok lain adalah kaum buruh/masyarakat kecil, kaun proletar yang umumnya mengambdi pada kaum ningrat dan sebagai objek oleh kaum penguasa dalam memupuk kakayaan. Pada kondisi ini pemasaran pemasaran banyak dikuasai oleh pihak tertentu (penguasa/kapitalis).

7. Tahap Poduksi Massa
Pada tahap ini ditandai oleh ditemukannya dan digunakannya alat-alat yang dapat menggunakan teknologi (mekanis) sehingga hasil produksi dapat dihasilkan secara massa dan tahap ini dilandasi ol;eh kondisi permintaan yang masing lebih banyak dari pada penawaran. Akibatnyam kegiatan pemasaran semakin bertambah maju dan berkembang.

8. Tahap Ekonomi Makmur 
Tahap ini ditandai oleh kondisi perekonomian yang semakin kompleks, seghala macam barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat semakin banyak dan beraneka ragam. Selain itu juga kondisi penawaran relatif lebih besar dari pada permintaan. Hal ini menyebabkan kegiatan pemasaran semakin bertambah kompleks.

Pengertian Dan Penjelasan Utilitas

Pengertian Dan Penjelasan Utilitas
Utilitas adalah hubungan antara keinginan konsumen dengan nilai atau kegunaan barang/jasa yang dijual. Empat tipe utilitas adalah sebagai berikut:
  1. Utilitas bentuk: nilai tambah suatu produk karena perubahan bentuknya. Contoh: mobil minivan, dengan bentuknya dapat dipakai sebagai mobil penumpang ataupun truk pengangkut. 
  2. Utilitas tempat: nilai tambah karena barang atau jasa tersedia pada tempat yang diinginkan konsumen. Contoh: restoran fast-food yang menyediakan paket layanan antar. 
  3. Utilitas waktu: nilai tambah barang atau jasa karena lebih cepat atau ada ketika dibutuhkan. Contoh: mesin ATM, karena lebih cepat dibanding ke teller bank. 
  4. Utility kepemilikan: nilai tambah pada produk sehingga pembeli berhak memakai atau mengkonsumsi. 
Dari sumber lain didapat pembahasan mengenai Utilitas, menurut Wilkipedia:
Dalam ekonomi, utilitas adalah jumlah dari kesenangan atau kepuasan relatif (gratifikasi) yang dicapai. Dengan jumlah ini, seseorang bisa menentukan meningkat atau menurunnya utilitas, dan kemudian menjelaskan kebiasaan ekonomis dalam koridor dari usaha untuk meningkatkan kepuasan seseorang. Unit teoritikal untuk penjumlahan utilitas adalah util.

Doktrin dari utilitarianisme ,elihat maksimalisasi dari utilitas sebagai kriteria moral untuk organisasi dalam masyarakat. Menurut para utilitarian, seperti Jeremy Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1876), masyarakat harus bertujuan untuk memaksimalisasikan jumlah utilitas dari individual, bertujuan untuk "kebahagiaan terbesar untuk jumlah terbesar".

Dalam ekonomi neoklasik, rasionalitas didefinisikan secara tepat dalam istilah dari kebiasaan maksimalisasi utilitas dibawah keadaan ekonomi tertentu. Sebagai kebiasaan usaha hipotetikal, utilitas tidak membutuhkan adanya keadaan mental seperti "kebahagiaan", "kepuasan", dll.

Utilitas digunakan oleh ekonomi dalam konstruksi sebagai kurva indiferen, yang berperan sebagai kombinasi dari komoditas yang dibutuhkan oleh individu atau masyarakat untuk mempertahankan tingkat kepuasan. Utilitas individu dan utilitas masyarakat bisa dibuat sebagai variabel tetap dari fungsi utilitas (contohnya seperti peta kurva indiferen) dan fungsi kesejahteraan sosial. Ketika dipasangkan dengan komoditas atau produksi, fungsi ini bisa mewakilkan efisiensi Pareto, yang digambarkan oleh kotak Edgeworth dan kurva kontrak. Efisiensi ini merupakan konsep utama ekonomi kesejahteraan.

Perbedaan Orientasi Produksi, Orientasi Penjualan, dan Orientasi Pemasaran

Perbedaan Orientasi Produksi, Orientasi Penjualan, dan Orientasi Pemasaran
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, aktivitas pemasaran ibarat jantung kehidupan bagi sebuah perusahaan. Oleh karena itu, semakin hari semakin banyak perusahaan menganut konsep pemasaran dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Namun, sebagaimana halnya konsep lainnya, konsep pemasaran ini harus diaplikasikan dengan sungguh-sungguh supaya diperoleh manfaatnya secara maksimal. Tanpa itu, ia akan menjadi pembicaraan yang tanpa arti bagi suatu perusahaan bisnis. Dalam pernyataan ini terkandung makna bahwa : 
  1. Kegiatan pemasaran harus dikoordinasikan secara menyeluruh dengan pihak-pihak lain dan dikelola secara sungguh-sungguh; 
  2. Eksekutif pemasaran harus selalu terlibat dan berperan maksimal dalam perencanaan perusahaan. 
Jika kedua item tersebut mulai diterapkan dalam sebuah perusahaan, maka bisa dikatakan bahwa manajemen pemasaran mulai berkembang di dalam perusahaan tersebut. Jadi, manajemen pemasaran adalah konsep pemasaran dalam tingkat nyata.

Terdapat 3 tahap perkembangan, dan tahap yang keempat sekarang sedang muncul. Meskipun demikian, banyak perusahaan masih berada pada tingkat awal dalam menerapkan konsep pemasaran. Hanya beberapa perusahaan saja yang telah menerapkan tahap-tahap mutakhir dari perkembangan filsafat dan praktek pemasaran.

Ada pun tahap-tahap perkembangan atau evolusi manajemen pemasaran adalah sebagai berikut :

Tahap Orientasi Produksi 
Pada tahap awal ini, sebuah perusahaan biasanya berorientasi ke bidang produksi. Perencanaan perusahaan dibuat oleh eksekutif produksi dan departemen tehnik. Peran dari bidang atau departemen penjualan hanyalah sekadar menjual produk yang dihasilkan oleh bagian produksi dan keuangan. Tahap ini sering disebut sebagai tahap “perangkap tikus” yang lebih baik. Asumsi yang mendasari ialah asal produk bermutu baik dan harga yang wajar, produk pasti laku dijual. Tidak dibutuhkan upaya pemasaran untuk membujuk orang membeli produk yang ditawarkan.

Dalam tahap ini, perusahaan belum mengakui departemen pemasaran. Yang ada adalah departemen penjualan yang dipimpin oleh manajer penjualan yang bertugas mengelola tenaga penjualan. Hal semacam ini mendominasi berbagai perusahaan di dunia hingga tahun 1930-an.

Tahap Orientasi Penjualan 
Depresi perekonomian dunia memberi sebuah pelajaran berharga bahwa masalah utama dalam ekonomi adalah bukanlah memproduksi berbagai produk secara cukup. Tetapi yang menjadi masalah adalah bagaimana menjual produk-produk tersebut. Hanya memproduksi “perangkap tikus” yang lebih baik tidak menjamin keberhasilan perusahaan dalam menguasai pasar. Untuk menguasai pasar, harus dilakukan promosi yang memadai. Dengan promosi yang memadai, penjualan produk secara besar-besaran akan bisa dicapai. Dalam tahap ini, penjualan dan pengelolaannya memperoleh pengakuan dan tanggung-jawab baru dalam perusahaan.

Akan tetapi, di samping memperoleh pengakuan yang tinggi, pada tahap ini penjualan memperoleh reputasi yang buruk. Jaman ini dikenal sebagai jaman “menjual keras”. Hal ini digambarkan dengan para sales yang mendatangi rumah ke rumah ( door to door ). Dengan perilaku ini menyebabkan calon konsumen “terpaksa harus membeli” produk yang ditawarkan para sales tersebut. Konsep “menjual keras” ini tidak hanya dilakukan oleh bisnis korporat saja, tetapi organisasi-organisasi non bisnis juga menggunakan konsep ini. Akibatnya, konsep “penjualan keras” ini banyak menuai kritik dan kecaman. Bahkan pekerjaan sebagai sales banyak mendapat pandangan negatif.

Pada tahap penjualan ini, terjadi dua perubahan penting dalam pengelolaan organisasi bisnis. Pertama, semua aktivitas pemasaran seperti periklanan dan riset pemasaran biasanya dipimpin oleh manajer penjualan atau wakil direktur bidang penjualan. Kedua, kegiatan seperti pelatihan dan analisis penjualan yang sebelumnya ditangani oleh departemen lain sekarang dikelola oleh departemen penjualan. Secara umum tahap ini berjalan dari tahun 1930-an sampai tahun 1950-an.

Tahap Orientasi Pemasaran 
Pada tahap ketiga ini, perusahaan-perusahaan menganut konsep manajemen pemasaran yang terkoordinir dan diarahkan untuk mencapai tujuan ganda : orientasi konsumen dan volume penjualan yang menguntungkan. Perhatian ditujukan ke pemasaran, bukan ke penjualan. Eksekutif puncaknya disebut sebagai manajer pemasaran atau wakil direktur pemasaran. Dalam tahap ini beberapa aktivitas yang biasanya dikelola oleh eksekutif departemen lain, kini menjadi tanggung-jawab manajer pemasaran. Misalnya aktivitas pengendalian sediaan, pergudangan dan aspek-aspek perencanaan produk. Para manajer pemasaran dilibatkan sejak tahap awal dari daur produksi. Dengan pelibatan sejak awal ini diharapkan mereka dapat mengintegrasikan pemasaran ke dalam setiap tahap dari aktivitas perusahaan. Pemasaran harus mempengaruhi semua kebijakan perusahaan, baik yang jangka pendek maupun yang jangka panjang.

Penerapan konsep pemasaran ini akan berhasil hanya bila mendapat dukungan dari manajemen puncak. Pasalnya, “hanya manajemen puncaklah yang bisa menyediakan iklim, disiplin, dan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk sebuah program pemasaran yang berhasil,” demikian ungkap seorang eksekutif Chase Bank. Bahkan, seorang eksekutif puncak pemasaran di International Mineral and Chemical Coorporation memperingatkan : ”Sebuah perusahaan tidak dapat menjadi sadar konsumen hanya karena keputusan dan perintah. Karena semua organisasi cenderung mencontoh pemimpinnya, sehingga penting untuk seorang pemimpin bisnis menjadi sadar-konsumen. Dia akan dapat mengembangkan suasana, atmosfir dan semangat kesatuan yang memantulkan citra bahwa konsumen adalah raja di perusahaan kami, dan gagasan ini meresap ke seluruh bagian dalam perusahaan”.

Dewasa ini sebagian besar perusahaan besar, terutama perusahaan multi nasional, berada pada tahap ini. Mereka telah mengadopsi konsep pemasaran untuk menjalankan usaha bisnisnya. Burouhgs Coorporation menunjukkan citra perusahaan yang telah sepenuhnya menerapkan konsep pemasaran. Dia berkata, ”Setiap perusahaan yang bukan merupakan organisasi pemasaran tidak dapat dikatakan sebagai perusahaan.” Presiden Direktur Pepsi Cola berkata,”Bisnis kita adalah bisnis pemasaran”.

Tahap Orientasi Manusia dan Tanggung-jawab Sosial 
Kondisi sosial dan ekonomi pada tahun 1970-an mendorong munculnya tahap ke empat dalam evolusi manajemen pemasaran, tahapan yang banyak diwarnai oleh orientasi sosial kemasyarakatannya. Di sini eksekutif pemasaran harus bertindak berdasarkan sikap dan tanggung-jawab sosial jika mereka ingin berhasil, atau selamat. Tekanan-tekanan dari luar tekanan-tekanan dari luar ketidakpuasan konsumen, perhatian pada masalah-maslah lingkungan, dan kekuatan-kekuatan politik yang legal mempengaruhi program pemasaran perusahaan-perusahaan.

Yang perlu diperhatikan adalah meskipun di atas diuraikan pembagian tahun untuk masing-masing tahapan, sesungguhnya pembagian di atas hanyalah pembagian secara umum saja. Pada kenyataannya, tidak ada waktu yang pasti yang membatasi masing-masing dari keempat tahapan evolusi manajemen pemasaran di atas.

Tiga Pendekatan Yang Dikemukaan Velasques

Tiga Pendekatan Yang Dikemukaan Velasques 
1. Teori Kontrak 
Menurut teori kontrak, hubungan antara perusahaan dan konsumen merupakan hubungan kontraktual, jadi kedua belah pihak menuangkan hak dan kewajibannya pada kontrak penjualan bersama yang dilakukan secara suka rela dan kesadaran. Dari pendekatan deontologi kita melihat bahwa ini memiliki dasar moral yakni ”seseorang berkewajiban melakukan sesuatu yang menurut perjanjian harus dia lakukan karena kegagalan melaksanakan kewajiban merupakan tindakan yang (a) tidak dapat diuniversalisasikan, dan (b) memperlakukan orang lain sebagai sarana, bukan tujuan.

Tentu saja kedua belah pihak tidak boleh dengan sengaja menyalahartikan fakta-fakta perjanjian pada pihak lain atau memberikan gambaran yang salah karena menurut Kant, misinterpretasi ini tidak bisa diuniversalisasikan dan bertentangan dengan kehendak baik. Juga tidak boleh perjanjian dibuat karena keterpaksaan atau pengaruh lain serta dengan menyembunyikan informasi yang perlu diketahui konsumen karena bertentangan dengan menjadikan manusia sebagai tujuan dan bukan sekadar sarana.

Kelemahan Pendekatan Teori Kontrak :
Sekilas tampak sulit buat perusahaan untuk melakukan perjanjian secara langsung dengan konsumen. Namun untuk argumentasi ini, mereka yang setuju teori kontrak mengatakan perusahaan dapat mempromosikan produknya melalui iklan, dan melaluinya perusahaan melakukan hubungan kontraktual secara tidak langsung. Akan tetapi keberatan utama pendekatan ini adalah pada asumsi bahwa posisi pembeli dan penjual setara atau sama dalam hal penguasaan informasi, dan kerentanan terhadap dampaknya. Dalam hal ini teori kontrak pun masih berlaku doktrin caveat emptor: biarkan pembeli melindungi dirinya sendiri

2. Teori Due Care
Teori due care mendasarkan diri pada asumsi pembeli dan konsumen adalah tidak sejajar, bahwa kepentingan-kepentingan konsumen sangat rentan mengingat perusahaan memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki oleh konsumen. Produsenlah yang tahu untuk ukuran mobil seperti ini letak desain tangki bensin harus dimana agar tidak terbakar ketika tabrakan, komponen mana yang tidak tahan panas sehingga membahayakan, atau berapa kekuatan ban yang baik sehingga tidak aman untuk digunakan. Produsenlah yang tahu bahan jenis apa yang dicampurkan sebagai pengawet dengan jumlah berapa banyak yang masih aman untuk konsumsi manusia. Pembeli kebanyakan tidak tahu. Di sini yang berlaku adalah caveat vendor: biarkan penjual yang harus berhati-hati. Saat ini terlalu banyak produk yang canggih, yang sebagai konsumen kita tidak tahu carakerjanya, menggunakan bahan apa, berbahaya atau tidak dan sebagainya. Menurut pandangan due care, produsen tidak hanya berkewajiban untuk memberikan produk yang sesuai dengan klaim yang dibuatnya (seperti teori kontrak) tetapi juga wajib memperhatikan dampak produk, mencegah, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan produk mereka aman dan konsumen punya hak untuk memperoleh jaminan ini walau secara eksplisit mereka sudah melakukan tanda tangan kontrak dan tidak menyebutkan hal ini atau sebaliknya.

Menurut teori ini, seorang produsen tidak bisa dikatakan lalai secara moral jika kerugian yang terjadi tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Contoh, pemakai mobil yang ceroboh sehingga mengakibatkan kecelakaan pada dirinya, tidak tercakup dalam tanggung jawab produsen tentunya. Akan tetapi ketika desain mobil tidak memperhitungkan perangkat pengaman, bahan ban yang mudah meledak di tengah jalan termasuk dalam lingkup tanggung jawab produsen.

Kelemahan Teori Due Care
Dalam kenyataannya adalah sulit menentukan batas apa yang disebut perhatian memadai (due care). Prinsip utilitarian yang menyatakan: ”semakin besar kemungkinan risikonya, semakin besar populasi yang mungkin dirugikan, maka semakin besar pula kewajiban perusahaan”, ternyata tidak selalu dapat diterapkan. Contoh terlalu banyak teknologi baru yang bermunculan dan risikonya baru diketemukan kemudian. Setelah beberapa tahun dan ribuan orang menggunakan asbes, baru diketemukan korelasi antara munculnya kanker dengan penggunaan asbes. Jadi siapa yang harus menanggung biaya kerugian atas produk-produk yang kerusakannya belum dapat diidentifikasi oleh produsen, apalagi konsumen?

Tentu saja banyak produk baru yang kita juga tidak ket ahui apa dampaknya jangka panjang. Misalnya, apakah anak kecil yang sekarang menggunakan handphone aman dari radiasi frekuensi? Apakah dampaknya secara jangka panjang kalau mereka terus menerus menggunakan handphone?

3. Teori Social Cost
Menurut teori social cost, perusahaan wajib menanggung semua kerugian termasuk kerugian yang tidak bisa diperhitungkan sebelumnya yang diakibatkan oleh kerusakan produknya.

Apa itu biaya sosial atau social cost? Jika perusahaan Anda memiliki pabrik yang memproduksi suatu produk, dan selain produk, yang dihasilkan adalah pencemaran atau polusi, maka sebenarnya biaya polusi itu ada. Namun seringkali perusahaan tidak menanggung biaya ini. Konsumen yang membeli produk dari perusahaan tersebut juga tidak menanggung social cost ini karena perusahaan tidak membebankan biaya tersebut dalam proses produksi. Akan tetapi orang miskinlah yang menanggung biaya tersebut karena yang rumah yang dekat daerah polusi adalah murah, sementara kemungkinan akan banyak orang miskin yang tinggal di sana, dan orang kaya akan menghindari daerah demikian. Dalam hal ini, etika melihat terjadi ketidakadilan.

Maka dalam kasus ini, teori keadilan menyatakan bahwa biaya pengendalian polusi harus ditanggung oleh pihak yang menyebabkan polusi dan yang memperoleh keuntungan darinya yakni produsen dan konsumen, sementara keuntungan pengendalian polusi wajib diberikan kepada pihak yang selama ini menanggung social cost dalam hal ini orang-orang miskin tersebut.

Dari kacamata utilitarian, pendekatan ini menguntungkan karena perusahaan dituntut untuk bekerja lebih efisien terhadap sumber daya yang ada karena beban social cost ada pada mereka, dan dengan dimasukkannya social cost dalam perusahaan, maka perusahaan dapat juga mendistribusikan biaya sosial tersebut ke semua pemakai produk sehingga tidak hanya kepada korban yang menanggungnya.

Kelemahan Teori Social Cost
Beberapa pengamat menyatakan bahwa harus ada keseimbangan antara tanggung jawab produsen dan konsumen karena kalau semua biaya ditanggung oleh produsen maka justru akan terjadi peningkatan kecerobohan oleh konsumen sendiri. Selain itu, karena social cost ditanggung oleh produsen, besar kemungkinan harga produk akan naik, sehingga tentu ini akan merugikan konsumen pula. Akan tetapi teori ini memberikan kesadaran bagi pengusaha untuk selalu mengadakan riset dan berusaha memperkecil dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya.

Akhirnya ketiga pendekatan ini memang dapat diterima oleh pendekatan deontologi maupun utilitarianisme. Namun, tampak niat baik yang dikemukakan deontologi menjadi salah satu komponen penting yang membedakan, serta seberapa jauh orang bertanggung jawab atas kesalahan yang tidak mereka sadari bersama. Sementara kesadaran social cost adalah bagian dari penerapan utilitarianisme secara konsekuen yang melihat dampak terhadap masyarakat sekitar perlu diperhitungkan sebagai cost juga.

Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran

Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran 
Pengertian pemasaran dari pendapat beberapa ahli telah mengemukakan definisi tentang pemasaran yang kelihatannya berbeda meskipun sebenarnya sama. Perbedaan ini disebabkan karena mereka meninjau pemasaran yang paling luas, ada beberapa pendapat mengenai definisi pemasaran diantaranya dikemukakan oleh (William J. Stanton,1994) yaitu:
  • Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Basu Swasta, 2000). Dari definisi tersebut di atas terlihat bahwa pemasaran mencakup usaha perusahaan yang dimulai antara lain dengan mengidentifikasikan kebutuhan debitur yang perlu dipuaskan melalui pelayanan yang bermutu.
  • Selanjutnya Stanton beranggapan bahwa keberhasilan pelayanan dalam pemasaran menentukan keberhasilan perusahaan. Untuk itu kegiatan pemasaran harus dikoordinasikan dan dikelola dengan cara yang baik. Manajemen pemasaran menurut Philip Kotler didefinisikan sebagai berikut:Pengertian pemasaran dari pendapat beberapa ahli telah mengemukakan definisi tentang pemasaran yang kelihatannya berbeda meskipun sebenarnya sama. Perbedaan ini disebabkan karena mereka meninjau pemasaran yang paling luas, ada beberapa pendapat mengenai definisi pemasaran diantaranya dikemukakan oleh (William J. Stanton,1994) yaitu: Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Basu Swasta, 2000). 
Dari definisi tersebut di atas terlihat bahwa pemasaran mencakup usaha perusahaan yang dimulai antara lain dengan mengidentifikasikan kebutuhan debitur yang perlu dipuaskan melalui pelayanan yang bermutu. Selanjutnya Stanton beranggapan bahwa keberhasilan pelayanan dalam pemasaran menentukan keberhasilan perusahaan. Untuk itu kegiatan pemasaran harus dikoordinasikan dan dikelola dengan cara yang baik. Manajemen pemasaran menurut Philip Kotler didefinisikan sebagai berikut: Manajemen pemasaran adalah analisis perencanaan, penerapan dan pengendalian terhadap program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran dan hubungan yang menguntungkan pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi (James F, Angel , 1990). Dari definisi di atas, manajemen pemasaran dirumuskan sebagai suatu proses manajemen yang meliputi penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar, serta mendorong proses pertukaran secara sempurna dan menguntungkan pihak-pihak yang terlibat.Konsep Pemasaran Pemasaran merupakan faktor penting bagi keberhasilan suatu perusahaan, maka faktor pelayanan menjadi faktor penting yang tidak boleh diabaikan. Dengan demikian, maka konsep pemasaran dapat didefinisikan sebagai berikut: Konsep pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuas kebutuhan debitur merupakan syarat ekonomis dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan (Herry Assael, 1990). Berdasarkan definisi tersebut, dapat diambil makna bahwa seluruh kegiatan dalam perusahaan harus ditujukan kepada pemuas kebutuhan debitur, sehingga dapat diperoleh laba maksimum dalam jangka panjang, demi kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Basu Swasta dalam bukunya “Asas-asas marketing” disebutkan bahwa ada tiga faktor yang mendasari konsep pemasaran, yaitu: 
1.Seluruh perencanaan dan kegiatan perusahaan harus berorientasi pada debitur atau pasar. 
2.Volume penjualan yang menguntungkan harus menjadi tujuan perusahaan.
3.Seluruh kegiatan perusahaan dalam pemasaran harus dikoordinasikan dan diintegrasikan secara organisasi.Berdasarkan hal tersebut, maka konsep pemasaran ini mempunyai hubungan yang erat dengan perkembangan manajemen pemasaran. Sejak terjadinya revolusi industri, manajemen pemasaran telah mengalami beberapa tahap perkembangan, yaitu:

1.Tahap Orientasi Produksi
Pada tahap ini perusahaan mempunyai masalah utama bagaimana caranya untuk meningkatkan produksi, faktor layanan yang baik dengan harga yang layak agar dapat diperoleh laba yang besar. Konsep yang dianut oleh perusahaan yang berada pada tahap ini adalah konsep produk, yang menyatakan bahwa produk yang dijual dengan harga yang layak, dan diperlukan sedikit usaha pemasaran agar tercapai penjualan yang memuaskan.

2.Tahap Orientasi Penjualan
Setelah masalah produksi teratasi jumlah produk menjadi berlimpah. Oleh karena pangsa pasarnya terbatas, maka timbul permasalahan bagaimana agar dapat menjual produk-produk yang telah dihasilkan. Perusahaan yang berada pada tahap ini menganut sebuah konsep yaitu konsep penjualan, yang menyatakan bahwa debitur tidak akan bersedia membeli suatu produk dalam jumlah yang cukup banyak tanpa didorong dengan usaha-usaha promosi yang kuat. Perusahaan yang mengaplikasikan konsep ini lebih mementingkan penjualan dari pada kepuasan debitur. Cara seperti ini pada hakekatnya justru merugikan perusahaan sendiri, sebab pembeli merasa tertipu dan kecewa sehingga tidak akan mengulang pembeliannya. 

3.Tahap Orientasi Pemasaran
Dengan adanya berbagai perubahan masyarakat yang cepat, kemajuan teknologi yang semakin maju dan rasa jenuh debitur, maka orientasi penjualan tidak dapat lagi memberikan pemecahan atau jawaban secara keseluruhan terhadap usaha-usaha untuk mencapai tujuan perusahaan. Untuk mencapai tujuan perusahaan harus lebih mementingkan kebutuhan dan keinginan debitur. Perusahaan yang demikian ini menganut orientasi pemasaran, yang menyatakan bahwa kunci untuk mencapai tujuan perusahaan terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan debitur dan pemberian kepuasaan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dari yang dilakukan oleh pesaing. Jadi konsep pemasaran adalah suatu orientasi pada debitur yang didukung oleh pemasaran yang terpadu dan ditujukan untu mecapai kepuasan yang semakin meningkat sebagai kunci tercapainya tujuan perusahaan.

4.Orientasi Manusia dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan yang berupaya memberikan kepuasan kepada debitur dan kemakmuran masyarakat dalam jangka panjang menganut konsep pemasaran kemasyarakatan. Konsep ini menyatakan bahwa perusahaan harus menghasilkan kepuasan debitur dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang sebagai kunci untuk mencapai tujuan perusahaan yang banyak berhubungan dengan masalah penciptaan dan pencapaian faktor hidup yang lebih baik, maka konsep ini dipandang sebagai konsep pemasaran yang baru.Perkembangan masyarakat dan teknlogi telah menyebabkan perkembangan konsep pemasaran. Sekarang ini perusahaan dituntut untuk dapat menanggapi cara-cara atau kebiasaan masyarakat. Perusahaan tidak hanya berorientasi pada debitur saja, tetapi juga harus berorientasi kepada masyarakat. Dengan konsep pemasaran sosial (Social Market Concept), perusahaan berusaha memberikan kepuasan debitur dan kesejahteraan masyarakat untuk jangka panjang.Artikel from: http://mm.unsoed.net/index.php

Pengertian Dan Penjelasan Pembangunan

Pengertian Dan Penjelasan Pembangunan
Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah ber­kembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi memperkaya ulasan pen­dahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan­jutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini, pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk me­menuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004). Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya peren­canaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pemba­ngunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).

Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per­ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasas­mita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pem­bangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).

Dengan demikian berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangun­an. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/per­luasan (expansion) atau peningkatan (improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Parsudi Suparlan dalam tulisannnya tentang Antropologi Pembangunan, yang mana tulisan tersebut sebagai penghormatan kepada Koentjaraningrat (1997), mendefinisikan Pembangunan sebagai serangkaian upaya yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah, badan-badan atau lembaga-lembaga internasional, nasional atau lokal yang terwujud dalam bentuk-bentuk kebijaksanaan, program, atau proyek, yang secara terencana mengubah cara-cara hidup atau kebudayaan dari sesuatu masyarakat sehingga warga masyarakat tersebut dapat hidup lebih baik atau lebih sejahtera daripada sebelum adanya pembangunan tersebut.

Pembangunan adalah proses mengubah masyarakat di Negara-Negara berkembang secara terencana, transformative (menjadi lebih baik), sesuai dengan program-program yang sudah ditentukan secara politik oleh para pengambil kebijakan.

Sedangkan menurut Inayatullah, 1967, Pembangunan ialah Perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan realisasi yang lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan, yang memungkinkan suatu masyarakat mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap lingkungannya dan terhadap tujuan politiknya, dan yang memungkinkan warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka sendiri.

Rogers dan Shoemaker 1971 mengatakan bahwa pembangunan ialah suatu jenis perubahan social dimana ide-ide baru diperkenalkan kepada suatu system social untuk menghasilkan pendapatan perkapita dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi melalui metode produksi yang lebih modern dan organisasi social yang lebih baik.

Kleinjans 1975 mengatakan bahwa pembangunan merupakan pencapaian pengetahuan dan keterampilan baru yang pada akhirnya bukan soal teknologi atau GNP, tumbuhnya suatu kesadaran baru, perluasan wawasan manusia, meningkatnya semangat kemanusiaan dan suntikan kepercayaan diri.

Rogers 1983 mendefinisikan pembangunan adalah suatu proses perubahan social dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan social dan material ( termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas lainnya yang dihargai ) oleh mayoritas rakyat melalui control yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka.

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa berbicara mengenai pembangunan artinya kita berbicara mengenai perubahan, kemajuan masyarakat, kemajuan teknologi, perluasan wawasan dan pola pikir masyarakat, perilaku dan gaya hidup masyarakat. 

Pengertian, Unsur-unsur Dan Ciri-ciri Prosa Fiksi

Pengertian dan Ciri Prosa Fiksi
Prosa fiksi sebagai cerita rekaan bukan berarti prosa fiksi adalah lamunan kosong seorang pengarang. Prosa fiksi adalah perpaduan atau kerja sama antara pikiran dan perasaan. Fiksi dapat dibedakan atas fiksi yang realitas dan fiksi yang aktualitas. Fiksi realitas mengatakan: “seandainya semua fakta, maka beginilah yang akan terjadi. Jadi, fiksi realitas adalah hal-hal yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi. Penulis fiksi membuat para tokoh imaginatif dalam karyanya itu menjadi hidup. Fiksi aktualitas mengatakan “karena semua fakta maka beginilah yang akan terjadi”. Jadi, aktualitas artinya hal-hal yang benar-benar terjadi. Contoh: roman sejarah, kisah perjalanan, biografi, otobiografi. Prosa selalu bersumber dari lingkungan kehidupan yang dialami, disaksikan, didengar, dan dibaca oleh pengarang.

Adapun ciri-ciri prosa fiksi adalah bahasanya terurai, dapat memperluas pengetahuan dan menambah pengetahuan, terutama pengalaman imajinatif. Prosa fiksi dapat menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian dalam kehidupan. Maknanya dapat berarti ambigu. Prosa fiksi melukiskan realita imajinatif karena imajinasi selalu terikat pada realitas, sedangkan realitas tak mungkin lepas dari imajinasi. Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan pada penggunaan kata-kata konotatif. Selanjutnya prosa fiksi mengajak kita untuk berkontemplasi karena sastra menyodorkan interpretasi pribadi yang berhubungan dengan imajinasi.

Jenis-jenis Prosa
Berdasarkan pembagian sejarah sastra Indonesia, dikenal 2 macam sastra, yaitu sastra klasik dan sastra modern. Sastra modern termasuk di dalamnya prosa baru yang mencakup roman, novel, novel populer, cerpen. Selanjutnya sastra klasik termasuk di dalamnya yaitu prosa lama yang mencakup cerita rakyat, dongeng, fabel, epos, legenda, mite, cerita jenaka, cerita pelipur lara, sage, hikayat, dan silsilah.

Roman adalah salah satu jenis karya sastra ragam prosa. Pengertian roman pada mulanya ialah cerita yang ditulis dalam bahasa Romana. Dalam perkembangannya kemudian, roman berupa cerita yang mengisahkan peristiwa/pengalaman lahir/batin sejumlah tokoh pada satu masa tertentu. Hal ini terjadi pada akhir abad ke-17. Perkembangan roman mencapai puncaknya pada abad ke-18. Pada abad ke-19 muncullah penulis-penulis roman yang termasyhur, seperti Honore de Balzac, Gustave Flaubert, Emile Zola, Charles Dickens, Leo Tolstoy, F. Dostojevski. Penulis-penulis roman ini kemudian disusul oleh rekan-rekannya yang mewakili abad ke-20, seperti Proust, Joyce, Kafka, dan Faulkner. 

Bentuk yang hampir sama dengan roman adalah novel. Bagi pembaca awam, kedua bentuk ini sulit dibedakan. Pada dasarnya novel maupun roman menceritakan hal luar biasa yang terjadi dalam kehidupan manusia sehingga jalan hidup tokoh cerita yang ditampilkan dapat berubah. Novel dapat dibedakan menjadi novel kedaerahan, novel psikologi, novel sosial, novel gotik, dan novel sejarah, serta novel populer. Cerita jenis lain yang memiliki ciri utama sepertri novel adalah cerpen. Bedanya dengan novel, cerpen penceritaannya lebih ringkas, masalahnya lebih padu dan plotnya tunggal dan terfokus ke akhir cerita. Sebuah cerita yang panjang yang berjumlah ratusan halaman, jelas tidak dapat disebut dengan cerpen.

Unsur Intrinsik Prosa
Unsur intrinsik prosa terdiri atas alur, tema, tokoh dan penokohan, latar/setting, sudut pandang, gaya, pembayangan, dan amanat. Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi, bahwa pada umumnya alur cerita rekaan terdiri atas:
1. Alur buka, yaitu situasi terbentang sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya;
2. Alur tengah, yaitu kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang memulai memuncak;
3. Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa ; dan
4. Alur tutup Dengan kata lain, alur cerita meliputi paparan, konflik, klimaks dan penyelesaian.

Kedelapan unsur tersebut saling mengisi dalam sebuah prosa. Tema, misalnya menjadi sentral yang mengilhami cerita. Begitu juga dengan penokohan yang meramu watak tokohnya menjadi penyampai pesan yang diinginkan pengarang, baik yang jahat maupun yang baik. Agar penokohan ini tampak lebih hidup, ditopang dengan latar/setting cerita, gaya, pembayangan dan amanat.

Unsur Ekstrinsik Prosa
Unsur ekstrinsik prosa fiksi adalah segala faktor luar yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra seperti nilai sosiologi, nilai kesejarahan, nilai moral, nilai psikologi. Ia merupakan nilai subjektif pengarang yang bisa berupa kondisi sosial,motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang. Pada gilirannya unsur ekstrinsik yang sebenarnya ada di luar karya sastra itu, cukup membantu para penelaah sastra dalam memahami dan menikmati karya yang dihadapi. Pengalaman mendalam dan pengenalan unsur ekstrinsik tersebut memungkinkan seseorang penelaah mampu ,menginterpretasikan karya sastra dengan lebih tepat.
 

Kumpulan Artikel News Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger